Konsultasi Tim Revisi Sura Ni’amoni’ö dengan Para Pimpinan Gereja di Gunungsitoli

Revisi Kitab Suci Bahasa Nias

34

Gunungsitoli, LBI – Pada tanggal 21 Agustus 2025, tim revisi Kitab Suci bahasa Nias Soera Ni’amoni’ö melaksanakan konsultasi dengan para pimpinan Gereja di Gedung Serba Guna BNKP Jemaat Kota Gunungsitoli Resort 1 . Pertemuan ini dihadiri oleh pimpinan sinode Gereja BNKP, ONKP, GNKPI, AMIN, AFY, dan Gereja Katolik Keuskupan Sibolga.

Sambutan dari P. Ignatius Purwo Suranto OSC mewakili Bapa Uskup Keuskupan Sibolga.

Konsultasi ini diawali dengan ibadat singkat yang dibawakan oleh ephorus GNKP Indonesia. Setelah ibadat pembukaan, acara dilanjutkan dengan penyampaian laporan ketua panitia revisi Soera Ni’amoni’ö yang memaparkan bahwa draf revisi terjemahan Kitab Suci dalam bahasa Nias hampir selesai, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Namun, dalam proses revisi, tim mendapatkan banyak kesulitan antara lain penamaan Kitab Suci dalam bahasa Nias, penamaan kitab Musa, dan kosakata/istilah bahasa Nias yang membutuhkan kesepakatan/keputusan bersama para pimpinan Gereja. Atas dasar tersebut, panitia mengundang para pimpinan Gereja untuk memberi masukan dan persetujuan terhadap hasil kerja tim revisi Soera Ni’amoni’ö.   

Moderator dan narasumber.

Dalam sesi pendalaman bahan, kosultasi dimulai dengan pemaparan materi oleh Pdt. Anwar Tjen, konsultan dari Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), yang mengawali pernyataannya dengan mengingatkan kembali prinsip penerjemahan Kitab Suci yang dikutip dari buku A Guide for Translators and Revisers of the Holy Scriptures (ABS, 1961): “Tidak ada terjemahan Kitab Suci yang dipandang final, sebab Alkitab harus menyapa setiap generasi dengan kejelasan yang tidak luntur oleh zaman.”

Materi kemudian dilanjutkan oleh Pdt. Tuhoni Telaumbanua yang memberikan prinsip-prinsip pe-Nias-an berbagai istilah/kosakata dalam hasil revisi Soera Ni’amoni’ö. Prinsip tersebut antara lain kesetiaan pada teks sumber, keterpahaman bagi pembaca, keberterimaan dalam budaya, kesinambungan dengan tradisi Gereja setempat, keterlibatan penutur, prinsip ekumenis, mengikuti pedoman penerjemahan Alkitab modern, dan berorientasi jangka panjang.

Sementara itu, P. Dionisius Laia OFMCap juga memaparkan beberapa contoh penerjemahan dan pe-Nias-an dalam draf revisi Soera Ni’amoni’ö seperti nama orang, tanaman, pohon, batu mulia, takaran, ukuran, dan lain sebagainya.

Setelah pembahasan materi konsultasi, Destin Ricardo Lase yang menjadi moderator sesi diskusi membacakan beberapa keputusan yang telah dicapai antara lain:

  1. Menyetujui nama Kitab Suci dalam bahasa Nias: Sura Ni’amoni’ö.
  2. Merekomendasikan perubahan penamaan Kitab Pentateukh, dari Moze 1–5 menjadi Famoborö, Fangefa’ö, Fa’a’ere, Fangerai, dan Famasugi.
  3. Pe-Nias-an istilah/kosakata disesuaikan dengan prinsip penerjemahan, baik nama orang, binatang, tumbuhan/pepohonan, ukuran/takaran, batu mulia, maupun tempat.

Adanya kesepakatan ini diharapkan dapat membantu proses penyelarasan serta finalisasi draf revisi Sura Ni’amoni’ö sehingga kerinduan jemaat/umat kristiani untuk memiliki Kitab Suci berbahasa Nias dapat segera terwujud.***(Ingatan Sihura)

SHARE