Mengembangkan Semangat Pertobatan

Kamis, 2 April 2020 – Hari Biasa Pekan V Prapaskah

128

Yohanes 8:51-59

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” Kata orang-orang Yahudi kepada-Nya: “Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya. Adakah Engkau lebih besar daripada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabi pun telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diri-Mu?” Jawab Yesus: “Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikit pun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya. Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” Maka kata orang-orang Yahudi itu kepada-Nya: “Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah.

***

Karena dilahirkan, kita semua pasti berasal dari keturunan tertentu. Kelahiran kita mengisyaratkan pertumbuhan suatu garis keturunan yang berkesinambungan. Ketika kita lahir di dunia, harapan-harapan yang baik umumnya dipanjatkan, yakni agar hidup kita menghadirkan kegembiraan dan kebanggaan bagi keluarga, termasuk keluarga besar. Maka dari itu, kalau kita berhasil mengharumkan nama keluarga dengan prestasi-prestasi kita, sudah pasti orang tua dan sanak saudara akan sangat bersukacita.  

Bacaan Injil hari ini menampilkan orang Yahudi yang kembali menegaskan identitas mereka sebagai keturunan Abraham, tetapi yang mereka maksud adalah keturunan jasmani, keturunan menurut daging. Mereka sangat bangga akan hal itu. Bagaimana tidak, Abraham adalah sosok yang mempunyai nama besar! Akan tetapi, mereka sayangnya tidak menghidupi semangat Abraham dan hal-hal baik yang telah dilakukannya. Kebanggaan mereka terhadap Abraham hanya sebatas kenangan akan masa lalu. Dengan demikian, mereka sesungguhnya tidak mengenal Abraham dengan baik. Pantas saja mereka juga tidak mengenal Yesus dan Bapa yang mengutus Yesus untuk datang ke dunia.

Yesus mengungkapkan bahwa Ia sudah terlebih dahulu ada daripada Abraham. Ia mengenal Abraham. Melihat keterbatasan pengenalan orang Yahudi akan Abraham, Yesus berharap agar mereka segera bertobat. Tidak ada gunanya membanggakan diri sebagai keturunan jasmani seorang yang terkenal kalau ternyata sikap kita berbanding terbalik dengan sosok teladan itu. Yang terpenting adalah bagaimana kita sendiri menghasilkan buah-buah yang baik dalam kehidupan ini.

Hal itu ditegaskan Yesus dengan menggambarkan relasi-Nya dengan Bapa. Ia berasal dari Bapa; Ia hadir di dunia karena kehendak Bapa. Abraham dan para nabi diutus oleh Bapa untuk mempersiapkan orang Yahudi agar bertobat dan menerima Yesus sebagai Anak-Nya. Namun, mereka tidak mau bertobat. Mereka bahkan mengusir dan ingin membunuh Yesus. Kebanggaan sebagai keturunan Abraham secara jasmani membuat orang Yahudi menutup diri pada semangat pertobatan.

Sebagai orang kristiani, kita diajak untuk tidak jatuh ke lubang yang sama. Membanggakan identitas diri sebagai “murid Yesus” atau “pengikut Kristus” atau “anak-anak Allah” sama sekali tidak berguna kalau hidup kita ternyata tidak memancarkan kemuliaan Tuhan. Karena itu, mari kita mengembangkan sikap rendah hati dan semangat untuk bertobat. Dengan bersedia untuk bertobat setiap waktu, rahmat pengampunan akan kita nikmati, dan kita pun akan dimampukan Tuhan untuk hidup dengan baik dari waktu ke waktu.