Rumah Sang Gembala

Jumat, 8 Mei 2020 – Hari Biasa Pekan IV Paskah

177

Yohanes 14:1-6

“Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamu pun berada.

Dan ke mana Aku pergi, kamu tahu jalan ke situ.” Kata Tomas kepada-Nya: “Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?” Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”

***

Yesus pada hari ini berbicara tentang rumah. “Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal,” demikian Ia bersabda. Rumah kita pahami sebagai tempat di mana kita kembali dari tempat kerja untuk berkumpul bersama keluarga dan beristirahat. Rumah menjadi tempat yang aman, tempat untuk bertumbuh dan berkembang, tempat pendidikan, juga tempat kita belajar menjadi manusia yang utuh.

Memang tidak semua orang mengalami rumah sebagai tempat yang bermakna positif seperti itu. Ada yang mengalami rumah sebagai tempat yang mengerikan, sebab di situ terjadi pertengkaran, kekerasan, pengabaian, dan ketidakpedulian. Itu adalah rumah-rumah yang buruk, tetapi kita tidak akan merenungkannya dalam kesempatan ini.

Masa Paskah kali ini merupakan kesempatan yang baik bagi kita untuk sungguh menghayati makna rumah sebagai tempat penerimaan dan tempat hati yang terbuka. Tidak ada kecurigaan dan ketidaknyamanan, sebab hal-hal negatif itu semuanya disingkirkan. Kita diajak Yesus untuk melihat rumah sang Gembala. Di sana kita diterima dengan sepenuh hati, di sana kita mendapatkan cinta dan perhatian.

Membaca berita tentang penderita Covid-19 dan keluarganya di daerah Tangerang yang dimusuhi dan dikucilkan oleh para tetangga (Kompas, 15 April 2020) membuat saya sungguh merasa sedih dan malu. Sungguh menyedihkan bahwa hak pasien dan keluarganya untuk hidup dengan aman dan nyaman di rumah sendiri dirampas dengan sewenang-wenang. Sungguh memalukan orang-orang yang tega melakukan itu. Sifat asli mereka yang amat sangat buruk dinyatakan dengan terang-benderang.

Saudara-saudari terkasih, apakah rumah kita memberi rasa aman dan menjadi tempat kegembiraan, penerimaan, dan perhatian? Ataukah rumah kita menjadi “neraka” yang menghadirkan penderitaan bagi para penghuninya?