Cara Pandang yang Sempit

Jumat, 31 Juli 2020 – Peringatan Wajib Santo Ignasius dari Loyola

156

Matius 13:54-58

Setibanya di tempat asal-Nya, Yesus mengajar orang-orang di situ di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: “Dari mana diperoleh-Nya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mukjizat-mukjizat itu? Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudara-Nya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? Dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana diperoleh-Nya semuanya itu?” Lalu mereka kecewa dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: “Seorang nabi dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.” Dan karena ketidakpercayaan mereka, tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ.

***

Orang Nazaret takjub mendengarkan pengajaran Yesus. Namun, sejurus kemudian, mereka kecewa lalu menolak-Nya. Mereka mempersoalkan latar belakang keluarga Yesus. Bagi orang-orang itu, keluarga Yesus biasa-biasa saja, tidak ada yang spesial. Atas dasar itu, mereka mempertanyakan hikmat yang diperoleh Yesus. Mereka rupanya menganggap bahwa orang berhikmat pasti datang dari golongan yang terpandang atau kaya raya, bukan rakyat jelata.

Cara berpikir seperti itu masih sering ditemukan di masa sekarang. Orang dihargai atas dasar kesukuannya, harta bendanya, atau status sosialnya. Karena itu, sering kali yang diperhatikan bukan apa yang disampaikan atau dilakukan, melainkan siapa yang menyampaikan. Ini sesungguhnya pendekatan yang keliru, bahkan sering kali melahirkan tindakan-tindakan rasial. Orang tidak dimungkinkan berpikir logis dan kritis karena terpaku pada sosok tertentu. Bukankah memperhatikan isi pembicaraan atau perbuatan jauh lebih utama?

Sewaktu masih menjalani masa pendidikan, seorang pembina menasihati saya, “Dari sampah, bisa tumbuh bunga yang indah.” Saudara-saudari terkasih, kita perlu menghindari cara pandang yang sempit dan picik, misalnya bersikap berdasarkan SARA. Ketika berhadapan dengan orang lain, simaklah dengan saksama perkataannya dan perhatikanlah perbuatannya. Kebenaran ada di mana saja, dan kita bisa belajar dari siapa saja.