Kebahagiaan Hidup Orang Benar

Senin, 19 November 2018 – Hari Biasa Pekan XXXIII

341

Mazmur 1:1-4, 6

Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.

Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.

Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin.

Sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.

***

Kali ini kita akan melihat Mazmur Tanggapan yang dibacakan atau dinyanyikan hari ini. Secara keseluruhan, Mzm. 1:1-6 merupakan sebuah pembuka atau pengantar dari 150 bab kitab Mazmur. Sebagaimana biasa, para penulis zaman kuno sering kali mencantumkan ringkasan atau gagasan pokok dari tulisannya justru di bagian awal. Jadi, mulai sekarang, kalau kita membaca sebuah kitab dalam Kitab Suci, ada baiknya kita memperhatikan dengan lebih teliti apa yang ditulis di bagian-bagian awalnya.

Mzm. 1:1 secara jelas membandingkan cara hidup orang benar dan orang fasik (atau orang jahat). Orang benar digambarkan sebagai kontras orang fasik, yang dalam Mazmur disebut juga sebagai orang berdosa dan kumpulan pencemooh. Orang benar akan disebut “yang berbahagia.” Ungkapan ini merupakan sebuah pujian, bukan hanya atas harta kekayaan, kemashyuran, dan kuasa yang dimiliki oleh orang tersebut, tetapi terlebih atas kegigihan iman yang telah ditunjukkan sepanjang hidupnya.

Menarik sekali apa yang dilukiskan tentang orang benar ini. Ia tidak berjalan (menurut nasihat orang fasik), tidak berdiri (di jalan orang berdosa), dan tidak duduk (dalam kumpulan pencemooh). Berjalan, berdiri, dan duduk mencerminkan dinamika hidup manusia sehari-hari. Jadi, orang dikatakan benar bukan hanya karena tahu apa yang benar, belajar tentang kebenaran, atau melakukan kebenaran di tempat-tempat tertentu saja, tetapi lebih dari itu, orang benar adalah orang yang sungguh bergulat untuk menghidupi kebenaran itu dalam konteks hidupnya sehari-hari.

Dengan tegas Mzm. 1:2 menjelaskan bahwa orang benar kesukaannya adalah Taurat Tuhan. Ia merenungkan Taurat itu siang dan malam. Di sini bisa kita lihat peran Taurat dalam kehidupan orang benar, sekaligus kaitan kitab Mazmur dengan kitab-kitab Taurat. Kita tahu bahwa kitab Taurat mengacu pada lima kitab Musa, yaitu Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Kalau kita perhatikan bagaimana kitab Mazmur dibagi, barulah kita bisa melihat hubungannya. 150 bab dalam kitab Mazmur dibagi menjadi 5 jilid, yaitu Jilid I (Mzm. 1 – 41), Jilid II (Mzm. 42 – 72), Jilid III (Mzm. 73 – 89), Jilid IV (Mzm. 90 – 106), dan Jilid V (Mzm. 107 – 150). Pembagian itu kiranya bukan tanpa maksud. Dengan ini penyusun bermaksud menyatakan bahwa kitab Mazmur adalah sebuah meditasi atau perenungan umat beriman terhadap kitab Taurat itu sendiri.

Mzm. 1:3 mengibaratkan orang yang berpegang pada Taurat Tuhan sebagai sebuah pohon. Pohon dalam tradisi Timur Tengah kuno adalah simbol kehidupan yang penuh makna dan manfaat. Dikatakan bahwa pohon itu tidak pernah kering karena ditanam di tepi aliran air. Selain hidup dalam kelimpahan dan kesukaan, orang benar juga akan menghasilkan buah, daunnya tidak akan pernah layu, bahkan ada jaminan luar biasa bahwa apa saja yang diperbuatnya akan berhasil.

Tidak demikian halnya dengan nasib orang fasik yang digambarkan dalam Mzm. 1:4. Mereka akan seperti sekam yang ditiup angin. Akhir hidup orang fasik sangat berbeda dengan orang benar. Orang fasik akan mengalami kesia-siaan. Segala yang mereka punya akan kembali menjadi debu dan abu, tanpa satu pun yang bisa mereka bawa.

Demikianlah pembuka kitab Mazmur ini mengajak kita pada sebuah pilihan hidup, sebuah tawaran dan undangan, sebab hidup orang beriman pada dasarnya adalah jawaban atas undangan kasih Allah yang telah ia alami dan ia imani.