Menegakkan Buluh yang Patah, Menyalakan Sumbu yang Pudar

Minggu, 13 Januari 2019 – Pesta Pembaptisan Tuhan

2547

Yesaya 42:1-4, 6-7

“Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. Ia tidak akan berteriak atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan menyatakan hukum. Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau mengharapkan pengajarannya.”

“Aku ini, TUHAN, telah memanggil engkau untuk maksud penyelamatan, telah memegang tanganmu; Aku telah membentuk engkau dan memberi engkau menjadi perjanjian bagi umat manusia, menjadi terang untuk bangsa-bangsa, untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.”

***

Hari Minggu ini kita mendengarkan suara seorang nabi yang tidak dikenal, yang kemudian disebut Deutero-Yesaya atau Yesaya yang kedua. Nubuat-nubuat Nabi Deutero-Yesaya dimuat dalam Yes. 40 – 55. Ia berkarya di tengah umat Israel yang mengalami pembuangan di Babel ketika masa pembuangan tersebut hampir berakhir. Oleh sang nabi, umat diberi semangat dan penghiburan agar harapan mereka akan penyelamatan Allah tidak pupus.

Di antara nubuat-nubuat Nabi Deutero-Yesaya, yang paling terkenal adalah empat nubuat yang disebut syair tentang hamba Tuhan (Yes. 42:1-4; 49:1-6; 50:4-9; dan 52:13 – 53:12). Dua syair pertama melukiskan panggilan yang dipercayakan Tuhan kepada hamba-Nya terkasih, sementara dua yang lain menggambarkan akibat yang ditanggung oleh sang hamba sehubungan dengan tugas yang diembannya itu. Dengan demikian, bacaan pertama dalam perayaan Ekaristi hari Minggu ini – khususnya Yes. 42:1-4 – tidak lain adalah syair pertama tentang hamba Tuhan.

Melalui seruan Nabi Deutero-Yesaya, Tuhan di sini mengajak kita semua untuk mengarahkan perhatian kepada sosok yang disebut hamba pilihan-Nya. Tuhan menyatakan bahwa diri-Nya sungguh berkenan kepada hamba tersebut. Ia memegang orang itu, memilih dia, dan menaruh Roh atasnya. Hamba pilihan itu akan menyatakan hukum-hukum-Nya kepada bangsa-bangsa. Yang ia nyatakan pada pokoknya adalah segala sesuatu yang diperlukan agar semua orang dapat hidup secara layak dan pantas di hadapan Allah.

Namun, ia tidak akan memaksakan itu semua kepada orang banyak. Hamba Tuhan tidak akan melakukan pewartaan sambil berteriak-teriak di jalanan. Bangsa-bangsa akan disapanya dengan lembut, sehingga kehadiran Tuhan akan mereka terima dengan hati terbuka tanpa paksaan. Secara khusus, perhatian hamba Tuhan terarah kepada orang-orang yang kehilangan harapan, yang di sini diibaratkan dengan “buluh yang patah terkulai” dan “sumbu yang pudar nyalanya.” Orang-orang itu tidak akan diabaikan, tetapi akan ia pulihkan.

Penulis Injil Lukas mengimani bahwa sosok hamba Tuhan tersebut digenapi dalam diri Yesus (bacaan Injil hari ini, Luk. 3:15-16, 21-22). Ketika Yesus dibaptis, terjadi dua peristiwa yang luar biasa. Pertama, Roh Kudus turun atas diri-Nya. Kedua, terdengar suara dari langit yang berbunyi, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” Dengan demikian, Yesuslah hamba Tuhan yang dinubuatkan oleh Nabi Deutero-Yesaya. Yesus adalah Dia yang diurapi, yang datang ke dunia untuk mewartakan dan menegakkan kehendak Tuhan.

Kepada Yesus, kita bisa menaruh kepercayaan seratus persen, sebab Dia adalah sosok yang berkenan di hadapan Allah. Dalam keadaan tanpa harapan, kita dapat mengadu kepada-Nya. Ia pasti akan menghibur dan memulihkan kita. Demikianlah iman kepada Yesus pada akhirnya akan membuahkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita.