Memaknai Kegagalan dan Keterpurukan

Rabu, 25 September 2019 – Hari Biasa Pekan XXV

150

Ezra 9:5-9

Pada waktu korban petang bangkitlah aku dan berhenti menyiksa diriku, lalu aku berlutut dengan pakaianku dan jubahku yang koyak-koyak sambil menadahkan tanganku kepada TUHAN, Allahku, dan kataku: “Ya Allahku, aku malu dan mendapat cela, sehingga tidak berani menengadahkan mukaku kepada-Mu, ya Allahku, karena dosa kami telah menumpuk mengatasi kepala kami dan kesalahan kami telah membubung ke langit. Dari zaman nenek moyang kami sampai hari ini kesalahan kami besar, dan oleh karena dosa kami maka kami sekalian dengan raja-raja dan imam-imam kami diserahkan ke dalam tangan raja-raja negeri, ke dalam kuasa pedang, ke dalam penawanan dan penjarahan, dan penghinaan di depan umum, seperti yang terjadi sekarang ini. Dan sekarang, baru saja kami alami kasih karunia dari TUHAN, Allah kami yang meninggalkan pada kami orang-orang yang terluput, dan memberi kami tempat menetap di tempat-Nya yang kudus, sehingga Allah kami membuat mata kami bercahaya dan memberi kami sedikit kelegaan di dalam perbudakan kami. Karena sungguhpun kami menjadi budak, tetapi di dalam perbudakan itu kami tidak ditinggalkan Allah kami. Ia membuat kami disayangi oleh raja-raja negeri Persia, sehingga kami mendapat kelegaan untuk membangun rumah Allah kami dan menegakkan kembali reruntuhannya, dan diberi tembok pelindung di Yehuda dan di Yerusalem.”

***

Sering kali kita dididik untuk sukses, untuk berhasil dalam meraih prestasi yang gemilang atau jabatan yang tinggi dan berpengaruh. Jarang sekali kita dididik untuk siap menerima kegagalan, kekalahan, dan keterpurukan. Kisah Imam Ezra dalam bacaan pertama hari ini menjadi inspirasi yang luar biasa bagi hidup kita.

Sebagai seorang imam, Ezra merasa paling bertanggung jawab terhadap kehidupan umat Israel setelah pembuangan. Olehnya, kegagalan dan keterpurukan orang Israel diberi makna baru, yakni dilihat sebagai sarana Allah dalam mendidik umat pilihan-Nya. Ezra melihat bahwa penyebab kehancuran bagi bangsa ini adalah dosa umat yang tidak setia. Tidak heran bahwa mereka kemudian dijarah, ditaklukkan, ditawan, dan dihina oleh bangsa-bangsa asing.

Dari semua kegagalan itulah Ezra melihat kasih karunia Tuhan yang terang benderang. Allah tidak meninggalkan umat-Nya dalam kehancuran total. Buktinya, masih ada orang-orang yang terluput dari maut, dan melalui mereka, Allah memberikan harapan baru. Dalam keterpurukan, ada titik terang di mana Allah tidak pernah sedikit pun meninggalkan umat-Nya. Inilah yang menjadi awal kebangkitan bangsa Israel untuk bertransformasi menjadi bangsa yang sungguh mempunyai hati yang baru.