Sama-sama Diundang, Sama-sama Diutus

Selasa, 5 November 2019 – Hari Biasa Pekan XXXI

98

Lukas 14:15-24

Mendengar itu berkatalah seorang dari tamu-tamu itu kepada Yesus: “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Ada seorang mengadakan perjamuan besar dan ia mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan itu dimulai, ia menyuruh hambanya mengatakan kepada para undangan: Marilah, sebab segala sesuatu sudah siap. Tetapi mereka bersama-sama meminta maaf. Yang pertama berkata kepadanya: Aku telah membeli ladang dan aku harus pergi melihatnya; aku minta dimaafkan. Yang lain berkata: Aku telah membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya; aku minta dimaafkan. Yang lain lagi berkata: Aku baru kawin dan karena itu aku tidak dapat datang. Maka kembalilah hamba itu dan menyampaikan semuanya itu kepada tuannya. Lalu murkalah tuan rumah itu dan berkata kepada hambanya: Pergilah dengan segera ke segala jalan dan lorong kota dan bawalah ke mari orang-orang miskin dan orang-orang cacat dan orang-orang buta dan orang-orang lumpuh. Kemudian hamba itu melaporkan: Tuan, apa yang tuan perintahkan itu sudah dilaksanakan, tetapi sekalipun demikian masih ada tempat. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh. Sebab Aku berkata kepadamu: Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku.”

***

“Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah,” demikian ungkapan para tamu. Yesus menanggapi ungkapan itu dengan sebuah perumpamaan, lalu membuat kesimpulan yang mengejutkan, “Tidak ada seorang pun dari orang-orang yang telah diundang itu akan menikmati jamuan-Ku.” Namun, dalam kisah tersebut, ada hal yang mengesankan yang diutarakan oleh si tuan rumah. Ia berkata, “Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.”

Belum lama ini, saya membaca tulisan seorang imam sekaligus profesor teologi, Jacques Dupuis. Sebagai seorang teolog, ia terutama menggulati persoalan tentang relasi antara kristianitas dan agama-agama lain. Menurut Dupuis, dalam perumpamaan yang disampaikan Yesus dan mukjizat yang dilakukan-Nya, ditunjukkan bahwa Kerajaan Allah telah hadir dan bekerja di dunia. Yesus merupakan “nabi eskatologis,” yaitu seorang yang mengabarkan dan menghadirkan Kerajaan Allah. Semasa hidup di dunia, Yesus menghayati relasi yang unik dan intim dengan Allah yang Ia sebut Bapa. Yesus sadar akan panggilan-Nya sebagai Mesias, yakni memenuhi perjanjian antara Allah dan umat-Nya.

Kesadaran diri akan relasi-Nya dengan Bapa, dan akan panggilan-Nya untuk mewartakan serta menghadirkan Kerajaan Allah, merupakan cara pandang yang menjadi dasar bagi Yesus untuk menilai dan memahami situasi hidup-Nya, bahwa setiap orang, siapa pun itu, berhadapan dengan Kerajaan Allah, yaitu Allah yang menyelamatkan. Bagi Yesus, Allah adalah Tuhan bagi semua orang. Tuhan tidak pandang bulu, tidak pilih kasih, dan tidak membeda-bedakan (bdk. Ul. 10:17). Yesus memahami bahwa keselamatan Allah ditujukan bagi semua orang. Demikianlah, keyakinan akan keselamatan universal sejajar dengan keyakinan akan Allah yang universal, yang menghadirkan Kerajaan-Nya.

Lalu, apa makna menjadi seorang Katolik? Orang Katolik dan penganut agama lain, lewat tradisi agama masing-masing, sama-sama diundang untuk mengarahkan seluruh hidup mereka dalam iman kepada Allah. Kita semua sama-sama diundang untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini. Menjadi orang Katolik berarti menjadi murid-murid Yesus Kristus, yang membangun Kerajaan Allah bersama pemeluk agama-agama lain, dengan mengusahakan kebersamaan inklusif dan solidaritas dengan mereka yang miskin serta tersingkir. Itulah panggilan orang Kristen, yakni ikut ambil bagian dalam dinamika penyelamatan dari Misteri Tritunggal, yang membagikan diri-Nya dan menawarkan kebahagiaan-Nya kepada umat manusia.

Marilah kita berdoa, “Ya Tuhan, bawalah semua tindakanku ke dalam pendampingan-Mu, sehingga semua doa dan karyaku dapat selalu bermula dari-Mu, dan lewat Engkau pula semuanya akan diakhiri.”