Menjadi Sahabat Yesus

Jumat, 12 Mei 2023 – Hari Biasa Pekan V Paskah

196

Yohanes 15:12-17

“Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu. Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku. Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”

***

Kita sering mendengar istilah Best Friend Forever atau BFF. Istilah ini biasanya merujuk pada orang-orang yang bersahabat dekat, yang merasa bahwa persahabatan mereka tidak akan pernah terputus oleh apa pun. Persahabatan yang dianggap sejati biasanya lebih dari sekadar tahu nama, alamat, dan hobi, tetapi lebih mendalam karena satu sama lain saling terbuka menceritakan cita-cita, kegembiraan, dan derita masing-masing. Tidak ada rahasia di antara mereka, sehingga mereka bisa saling memahami dan saling menerima. Ada hubungan timbal balik yang saling menguntungkan di situ.

Hari ini Yesus menyebut kita sahabat. Harkat kita dinaikkan oleh-Nya dari hamba menjadi sahabat. Persahabatan yang dimaksud Yesus di sini tentu berbeda dari persahabatan duniawi, sekalipun yang dianggap paling sejati. Kalau persahabatan duniawi didasarkan pada relasi timbal balik, persahabatan yang dimaksud Yesus didasarkan pada pengorbanan yang telah diberikan-Nya.

Yesus menyatakan kita sahabat paling tidak karena dua hal. Pertama, karena Dia telah menyerahkan nyawa-Nya demi keselamatan kita. Dengan ini, Yesus mengatakan bahwa syarat persahabatan adalah pemberian diri. Kedua, karena Yesus telah menyampaikan kepada kita segala sesuatu yang telah diterima-Nya dari Bapa. Tidak ada lagi rahasia antara Dia dan kita.

Sebagai sahabat Yesus, kita memiliki tanggung jawab. Kita harus melaksanakan perintah-Nya untuk saling mengasihi dan pergi untuk menghasilkan buah. Perintah untuk saling mengasihi menuntut kita untuk menjadikan sesama sebagai sahabat kita. Kita harus berani memberikan diri bagi mereka seperti yang telah dilakukan Yesus bagi kita, para sahabat-Nya. Pemberian diri tidak selalu berarti mengorbankan nyawa, tetapi dapat kita lakukan dengan hal-hal yang sederhana, misalnya memberi waktu untuk mengunjungi orang sakit, mendengarkan orang yang membutuhkan penguatan, memberi semangat kepada yang putus asa, berbagi rezeki dengan orang yang kurang beruntung, dan sebagainya. Dengan itu, kita mencoba memberikan diri seperti yang dilakukan Yesus.

Yesus juga meminta kita untuk pergi dan menghasilkan buah. Ini berarti kita diutus, dan kita harus siap menjalankan tugas pengutusan itu. Kita semua adalah misionaris yang harus pergi mewartakan kabar gembira Allah kepada semua orang. Kita sendiri pun harus berbuah, dalam arti memiliki kebajikan-kebajikan rohani seperti kasih, sukacita, kesabaran, kemurahan hati, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Dengan kesaksian hidup yang nyata, kita diharapkan dapat membawa lebih banyak orang kepada Kristus.

Semoga kita setia menjadi misionaris kasih yang memancarkan kasih Kristus kepada semua orang.