Agamaku Adalah Kasih

Senin, 11 September 2023 – Hari Biasa Pekan XXIII

84

Lukas 6:6-11

Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.

***

Dalam Hukum Kanonik, berlaku prinsip salus animarum suprima lex, yang artinya “keselamatan jiwa-jiwa adalah hukum yang tertinggi”. Aturan-aturan keagamaan dalam Gereja Katolik bertujuan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Hukum kasih menjadi dasar utama dari Hukum Kanonik dalam Gereja Katolik. Sayangnya, prinsip ini justru sering dilupakan oleh para anggota Gereja Katolik sendiri baik.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini berhadapan dengan kaum sebangsa-Nya yang begitu kaku menjalankan aturan Taurat. Sifat kaku itu menghilangkan dimensi terdalam dari suatu hukum, yakni kasih yang menyelamatkan pelaksana hukum. Ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengawasi Yesus apakah Ia menjalankan perintah-perintah Taurat atau tidak. Mereka mencari-cari kesalahan Yesus untuk menjerat-Nya.

Yesus memakai kesempatan yang baik ini untuk mengajarkan jalan kasih-Nya kepada manusia. Hari Sabat dan aturan-aturan keagamaan lainnya tidak boleh menghalangi perbuatan kasih kepada orang yang membutuhkan bantuan. Menyembuhkan orang sakit pada hari Sabat bukanlah suatu kejahatan terhadap hukum Taurat, melainkan merupakan wujud pelaksanaan unsur terpenting dari hukum Taurat, yakni cinta kasih.

Agama dan aturannya pada hakikatnya bertujuan untuk membawa orang pada keselamatan. Namun, sering kali aturan keagamaan memandulkan semangat kasih terhadap sesama. Orang beragama tidak jarang menganggap diri paling benar dan mudah menyalahkan orang lain, baik yang seagama maupun yang berbeda agama. Agama hendaknya semakin mempererat relasi kasih para pemeluknya dengan Tuhan dan sesama makhluk ciptaan.

Identitas keagamaan orang Kristen harus dinyatakan dalam perbuatan-perbuatan kasih yang melampaui batas-batas pagar Gereja. Kasih yang diajarkan Yesus tidak bisa dibatasi oleh aturan-aturan yang kaku, yang sering kali membuat umat Katolik menjadi terasing di rumah sendiri. Gereja harus menjadi tempat yang aman dan nyaman, di mana orang merasa diterima dan dicintai, bukan disingkirkan.