Dipanggil Menjadi Pribadi yang Bersyukur

Minggu, 8 Oktober 2023 – Hari Minggu Biasa XXVII

71

Matius 21:33-43

“Dengarkanlah suatu perumpamaan yang lain. Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain. Ketika hampir tiba musim petik, ia menyuruh hamba-hambanya kepada penggarap-penggarap itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Tetapi penggarap-penggarap itu menangkap hamba-hambanya itu: mereka memukul yang seorang, membunuh yang lain dan melempari yang lain pula dengan batu. Kemudian tuan itu menyuruh pula hamba-hamba yang lain, lebih banyak daripada yang semula, tetapi mereka pun diperlakukan sama seperti kawan-kawan mereka. Akhirnya ia menyuruh anaknya kepada mereka, katanya: Anakku akan mereka segani. Tetapi ketika penggarap-penggarap itu melihat anaknya itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita. Mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya. Maka apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya: “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.” Kata Yesus kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita. Sebab itu, Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil darimu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.”

***

Kita dipanggil untuk menjadi pribadi yang bersyukur. Mengapa? Allah menciptakan kita serupa dan segambar dengan Dia. Sebagai orang Katolik, kita menjadi anak Allah karena baptisan, ditebus dari dosa, diselamatkan, dan memperoleh hidup kekal karena percaya kepada Yesus. Kita pun dipercaya untuk mewartakan kasih dan karya keselamatan Allah, serta ikut ambil bagian dalam hidup Yesus. Rahmat Allah yang begitu besar itu patut kita syukuri!

Dari pihak kita, kita diminta untuk setia dan percaya kepada-Nya. Yang dimaksud dengan setia adalah hidup benar sebagai umat-Nya, tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, tidak menyingkirkan orang lain, tetapi berani makin melibatkan dan bekerja sama dengan siapa saja dalam melayani dan menghadirkan kasih. Yang dimaksud dengan percaya adalah selalu mengandalkan Allah di sepanjang sejarah hidup. Dalam keadaan baik atau tidak baik, Allah tetap kita jadikan andalan dan kekuatan.

Lalu, tantangannya apa? Tantangannya antara lain rasa iri, kerakusan, keinginan untuk menguasai, keinginan untuk diakui bahwa lebih hebat dari yang lain, dan sebagainya. Orang-orang yang seperti itu dalam dirinya tidak terima jika ada orang lain yang lebih baik dari mereka. Lebih parah lagi, lama-kelamaan mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang kurang bersyukur. Mereka tidak bisa bersyukur atas kebaikan Allah dan atas keberadaan sesama.

Rasa syukur adalah jati diri orang beriman. Rasa syukur akan membuat kita mengalami kasih Allah. Rasa syukur berguna pula untuk melihat dan membaca setiap peristiwa hidup kita. Adalah rasa syukur yang mendorong dan menginspirasi kita untuk mengembangkan potensi, kemampuan, dan anugerah Allah dengan gembira dan ikhlas. Dengan bersyukur, kita mengakui penyertaan Allah atas diri kita. Bersyukur akan membuat suasana hati kita selalu damai dan sejahtera, tanpa kekhawatiran sedikit pun.

Mari kita mohon rahmat Allah agar semakin mampu bersyukur kepada-Nya, setia kepada Yesus, setia pula dalam pelayanan kasih. Semoga doa-doa kita kepada Allah dipenuhi dengan ucapan syukur, alih-alih melulu berisi keluhan dan rupa-rupa permintaan.