Rahasia Sukacita Hidup

Sabtu, 11 November 2023 – Peringatan Wajib Santo Martinus dari Tours

70

Lukas 16:9-15

“Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.”

***

Setelah kemarin berbicara tentang bendahara yang tidak jujur, hari ini Yesus berkata kepada para pengikut-Nya untuk mengikat persahabatan dengan mempergunakan Mamon. Namun, Yesus memperingatkan bahwa seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Kita tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon sekaligus.

Yang dimaksud dengan Mamon lebih dari sekadar uang. Kata ini berasal dari bahasa Ibrani yang berarti “kekayaan” atau “keuntungan”, barangkali seperti ketika kita berbicara tentang kredit, dana investasi, dan jaminan. Mamon kemudian juga berarti sesuatu yang menjadi tempat manusia menaruh kepercayaannya, sehingga bisa mencakup harta benda, kesenangan, kekuasaan, dan lain sebagainya.

Dengan berkata bahwa seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan, Yesus tidak mengutuk soal kepemilikan dan penggunaan harta benda. Yang sebenarnya, Ia memperingatkan kita agar memiliki perhatian yang sehat terhadap segala sesuatu yang bersifat duniawi. Jika kita sampai terobsesi dengan harta benda, itu artinya kita diperbudak olehnya. Harus kita ingat bahwa harta benda adalah sarana untuk mencukupi kebutuhan kita sehari-hari, bukan majikan yang mengatur dan mengendalikan hidup kita.

Tuhanlah yang memberi kita harta kekayaan sebagai karunia dari-Nya. Karena itu, kita harus menggunakan karunia-karunia itu untuk membantu kita agar lebih dekat dengan Tuhan dan sesama. Jangan sampai harta kekayaan kita jadikan pusat kehidupan kita, sebab hal itu akan mengalihkan perhatian dan menghalangi kita untuk mencapai tujuan hidup kita, yaitu bersatu dengan Tuhan dan menghadirkan kasih Tuhan kepada sesama. Sikap kita terhadap kekayaan materi dapat memengaruhi pandangan kita terhadap kekayaan sejati, yakni cinta dan sukacita hidup.

Bagaimana kita seharusnya memperlakukan kekayaan materi? Sebagian dari kita diberkati dengan kekayaan materi yang berlimpah. Gunakanlah kekayaan itu untuk tujuan yang baik dan jujur, agar dunia ini menjadi tempat yang lebih baik lagi. Kekayaan tidak boleh dianggap sebagai tujuan akhir. Sebaliknya, kekayaan mesti dipandang sebagai sarana untuk menumbuhkembangkan semangat kasih dan sukacita hidup di tengah dunia.