Melayani dan Mengasihi Adalah Kewajiban

Selasa, 14 November 2023 – Hari Biasa Pekan XXXII

117

Lukas 17:7-10

“Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.”

***

Iman menyangkut disposisi batin, yakni sikap hati yang terungkap dalam tingkah laku yang benar, setia, dan dapat diandalkan. Tuhan membuat kejutan: Yang sering Ia jadikan model orang beriman adalah para pendosa, warga kelas dua, atau kelompok yang biasanya tidak diperhitungkan, antara lain perempuan pendosa, seorang pengemis buta, seorang Samaria, perempuan yang sakit pendarahan, dan yang paling membuat-Nya terpana adalah iman kepala pasukan Romawi. Mengapa justru mereka yang Ia jadikan teladan? Ilustrasi tentang tuan dan hamba dalam bacaan Injil hari ini kiranya adalah jawabannya. Tuhan meminta kita untuk beriman seperti seorang hamba. Bagaimana caranya?

Pertama, hamba sepenuhnya loyal kepada tuannya. Loyalitas inilah yang membuatnya dapat diandalkan dan dipercaya. Iman yang berkualitas membuat kita menjadi pengikut Kristus yang dapat dipercaya dan diandalkan oleh-Nya.

Kedua, siap sedia bereaksi dan menanggapi pesan, perintah, serta kehendak Tuhan. Mata seorang hamba senantiasa memandang ke arah tuannya. Setiap gerakan tuannya adalah tanda dan pesan untuk dijalankan. Beriman sebagai hamba berarti harus terus-menerus berkontemplasi: Mencari dan mendalami serta merumuskan aksi berkaitan dengan kehendak dan rencana Tuhan bagi kita, bagi sesama kita, dan bagi lingkungan kita.

Ketiga, tidak mengeklaim atau menuntut apa pun sebagai imbal jasa. Seorang hamba tidak dapat menuntut imbal jasa atau pujian dari tuannya. Kita melayani Tuhan karena itulah kewajiban kita. Kita tidak perlu menuntut pujian dan imbal jasa dari-Nya. Itulah artinya menjadi hamba yang “tidak berguna”: Bukan bahwa kita tidak bermanfaat, melainkan bahwa kita tidak berhak mengeklaim diri berjasa. Itulah ketaatan iman: Taat karena wajib melayani, tanpa harus dipuji apalagi dilayani. Melayani dan mengasihi adalah kewajiban, bukan pilihan. Ini bukan hak yang bisa dinegosiasi, melainkan kewajiban yang harus terus direalisasi.