Syukur setelah Mengalami Pemulihan

Rabu, 15 November 2023 – Hari Biasa Pekan XXXII

122

Lukas 17:11-19

Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!” Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari orang asing ini?” Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”

***

Samaria adalah wilayah orang yang dipandang memiliki ras campuran, tidak murni berdarah Yahudi. Orang Yahudi biasanya menghindari wilayah Samaria. Namun, Yesus justru menyusuri perbatasan wilayah Samaria dan Galilea. Rute itu memungkinkan Dia berjumpa dengan penduduk dari dua wilayah itu. Ia tidak peduli dengan batas-batas buatan manusia. Pesan pertama tersirat: Jadilah perekat, bukan pemisah; jadilah penghubung, bukan penghasut!

Orang kusta hidup di batas luar alias pinggiran masyarakat. Mereka dipisahkan dan harus tinggal jauh dari permukiman. Mereka tidak diperkenankan ikut ibadat dan kegiatan sosial. Kehadiran mereka harus diperjelas lewat pakaian dan rambut yang awut-awutan. Mereka harus berteriak agar orang jangan mendekat. Jarak dan batas antara mereka dan orang sehat harus tegas. Penyakit kusta menajiskan dia, juga semua yang menyentuh dan disentuh olehnya.

Namun, kesepuluh orang kusta itu justru mendekati Tuhan. Mereka berupaya menjembatani jarak dan melampaui sekat serta batas, meski hanya lewat teriakan mohon belas kasihan. Pesan kedua dinyatakan di sini: Dalam kondisi apa pun, dalam keterbatasan dan halangan apa pun, dekatilah Tuhan dan berserulah kepada-Nya.

Tuhan mendengarkan dan menyembuhkan orang-orang itu lewat pandangan dan firman-Nya. Jeritan manusia selalu mengundang tatapan cinta Tuhan. Mereka pun sembuh tanpa disentuh. Mereka dipulihkan-Nya karena mereka taat. Karena itu, menjadi pesan ketiga: Menaati firman Tuhan dapat menyembuhkan kita. Mengapa? Karena firman-Nya adalah jembatan antara kita dan Dia. Ia hadir dalam firman-Nya yang hendaknya kita taati dan hayati dalam kehidupan nyata, serta kita renungkan dan rayakan dalam ibadat.

Di tengah jalan, salah seorang penderita kusta yang adalah orang Samaria melihat bahwa dirinya sudah sembuh. Ia menyadari bahwa Allah sudah menyembuhkannya lewat Yesus. Karena itu, ia pun kembali kepada Yesus. Batas dan jarak sosio-religius Yahudi-Samaria menjadi tidak penting lagi. Semuanya dijembatani oleh Yesus. Menjadi pesan keempat: Lihatlah karya Allah dalam diri kita dan berubahlah menjadi manusia baru yang terus memuliakan Allah dalam Yesus!

Namun, selalu saja ada lebih banyak manusia yang tidak tahu bersyukur. Banyak orang disembuhkan Tuhan dengan pelbagai bentuk dan cara. Berapa orang yang kembali untuk memuliakan-Nya? Berapa banyak yang bersyukur kepada Yesus setelah sembuh?