Kejernihan Hati dalam Memilih Pemimpin

Senin, 22 Januari 2024 – Hari Biasa Pekan III

106

2 Samuel 5:1-7, 10

Lalu datanglah segala suku Israel kepada Daud di Hebron dan berkata: “Ketahuilah, kami ini darah dagingmu. Telah lama, ketika Saul memerintah atas kami, engkaulah yang memimpin segala gerakan orang Israel. Dan TUHAN telah berfirman kepadamu: Engkaulah yang harus menggembalakan umat-Ku Israel, dan engkaulah yang menjadi raja atas Israel.” Maka datanglah semua tua-tua Israel menghadap raja di Hebron, lalu raja Daud mengadakan perjanjian dengan mereka di Hebron di hadapan TUHAN; kemudian mereka mengurapi Daud menjadi raja atas Israel.

Daud berumur tiga puluh tahun, pada waktu ia menjadi raja; empat puluh tahun lamanya ia memerintah. Di Hebron ia memerintah atas Yehuda tujuh tahun enam bulan, dan di Yerusalem ia memerintah tiga puluh tiga tahun atas seluruh Israel dan Yehuda.

Lalu raja dengan orang-orangnya pergi ke Yerusalem, menyerang orang Yebus, penduduk negeri itu. Mereka itu berkata kepada Daud: “Engkau tidak sanggup masuk ke mari; orang-orang buta dan orang-orang timpang akan mengenyahkan engkau!” Maksud mereka: Daud tidak sanggup masuk ke mari. Tetapi Daud merebut kubu pertahanan Sion, yaitu kota Daud.

Lalu makin lama makin besarlah kuasa Daud, sebab TUHAN, Allah semesta alam, menyertainya.

***

Pastilah tidak ada yang menduga bahwa seorang yang tinggal di sebuah desa kecil seperti Betlehem, yang memiliki pekerjaan sebagai penggembala domba, kelak menjadi raja. Ia bahkan menjadi raja agung Israel. Daud, itulah orangnya. Ia bukan keturunan darah biru, tetapi bisa menjadi raja saat usianya masih sangat muda, 30 tahun. Masa pemerintahannya sangat panjang, yakni selama 7 tahun 6 bulan atas Yehuda dan 33 tahun atas seluruh Israel dan Yehuda.

Tuhan memilih Daud menjadi raja untuk menggembalakan umat-Nya. Latar belakang pekerjaan Daud sebagai gembala mempertegas model kepemimpinannya sebagai raja atas Israel. Daud dalam hal ini meneladan Tuhan sendiri yang digambarkannya sebagai sang Gembala Agung. “TUHAN adalah gembalaku,” demikian ia berkata (Mzm. 23:1). Dengan model kepemimpinan sebagai gembala, makin lama makin besarlah kuasa Daud, sebab Tuhan, Allah semesta alam, menyertai dia.

Penting bagi kita untuk menyadari bahwa siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin, itu semata-mata karena perkenanan Allah. Dengan kesadaran tersebut, hendaknya kita memiliki sikap hormat yang pantas kepada para pemimpin kita. Pada masa sekarang, di mana orang bisa bebas berbicara, sering kali rasa hormat kepada pemimpin semakin turun. Baiklah kita semua memiliki kesadaran untuk melihat bagaimana mesti membangun sikap hormat kepada pemimpin yang sah.

Menjelang pemilihan umum yang akan berlangsung tidak lama lagi, penting bagi kita untuk memiliki hati yang jernih dan budi yang bening dalam menggunakan hak politik kita untuk memilih pemimpin negara. Semoga kita mampu memilih pemimpin yang sungguh-sungguh berkomitmen mengantar kita semua menjadi bangsa yang besar. Pesan Tuhan kepada Samuel berikut ini, sebelum dia mengurapi Daud, bisa menjadi acuan kita: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi … Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati” (1Sam. 16:7).