Mengasihi dengan Sepenuh Hati

Jumat, 8 Maret 2024 – Hari Biasa Pekan III Prapaskah

63

Markus 12:28b-34

Lalu seorang ahli Taurat datang kepada-Nya dan bertanya: “Hukum manakah yang paling utama?” Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini.” Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama daripada semua kurban bakaran dan kurban sembelihan.” Yesus melihat, bagaimana bijaksananya jawab orang itu, dan Ia berkata kepadanya: “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Dan seorang pun tidak berani lagi menanyakan sesuatu kepada Yesus.

***

Kita sering kali mendengar pernyataan bahwa kekhasan ajaran kristiani adalah kasih. Begitu banyak lagu rohani Kristen yang berisikan tentang kasih. Kasih biasanya disimbolkan dengan gambar hati, sehingga Gereja juga sering menggambarkan Yesus dan Bunda Maria dengan hati yang bersinar. Ini menunjukkan kasih yang tidak berkesudahan, yang bersumber dari hati yang mahakudus.

Bacaan Injil hari ini mengantar kita pada inti ajaran Yesus, yakni tentang kasih, kebijaksanaan, dan prioritas kehidupan spiritual. Seorang ahli Taurat datang kepada Yesus dan bertanya tentang perintah yang paling utama. Yesus memberi jawaban secara tajam dengan mengemukakan dua perintah utama yang menjadi pijakan segala hukum: Mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan tenaga, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.

Yesus menekankan pentingnya mengasihi Allah dengan sepenuh hati. Kasih kepada Allah harus menjadi fokus utama dan mendalam dalam hidup setiap orang yang percaya pada-Nya. Ajaran Yesus ini menuntut kita untuk memberikan segalanya kepada Tuhan, tidak hanya dalam upacara liturgi atau kegiatan rohani lainnya, tetapi terutama dalam kehidupan setiap hari. Kasih kepada Allah harus mencakup seluruh dimensi eksistensi kita, harus mencerminkan dedikasi yang utuh dan tulus, serta harus diwujudkan dalam tindakan nyata.

Selanjutnya, Yesus memerintahkan agar kita mengasihi sesama seperti diri sendiri. Ini adalah pengembangan dari kasih kepada Allah. Kasih kepada Allah dengan sepenuh hati tidak dapat dipisahkan dari kasih terhadap sesama yang merupakan gambaran dari penciptanya. Mengasihi sesama adalah bukti konkret kasih kita kepada Allah, dan ini mencakup segala aspek: relasi dalam keluarga, relasi dengan teman, dengan tetangga, bahkan dengan musuh kita. Kita dipanggil untuk selalu hidup dalam kerendahan hati, kebijaksanaan, dan pengampunan.

Dengan tegas, Yesus menyatakan bahwa kedua perintah itu lebih penting dari segala kurban dan persembahan. Kita mungkin rajin mengikuti banyak kegiatan keagamaan. Namun, jika itu semua tidak didasari kasih kepada Allah dan sesama, semuanya menjadi hampa. Marilah kita memeriksa batin kita: Apa yang menjadi prioritas kehidupan spiritual kita? Perbuatan kasih dilakukan bukan agar kita terlihat baik di mata orang, melainkan agar kita memiliki hubungan yang hidup dengan Allah dan sesama. Kasih kepada Allah dan sesama adalah satu kesatuan yang harmonis, tidak bisa dipisahkan sama sekali. Marilah kita menjalankan hukum kasih ini sebagai respons tulus atas kasih yang luar biasa dari Allah. Semoga kita dapat menjadi saksi akan kasih-Nya yang tidak berkesudahan.