Bukan Aku, Ya Tuhan?

Rabu, 27 Maret 2024 – Hari Rabu dalam Pekan Suci

97

Matius 26:14-25

Kemudian pergilah seorang dari kedua belas murid itu, yang bernama Yudas Iskariot, kepada imam-imam kepala. Ia berkata: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku, supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” Mereka membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Dan mulai saat itu ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.

Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi datanglah murid-murid Yesus kepada-Nya dan berkata: “Di mana Engkau kehendaki kami mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” Jawab Yesus: “Pergilah ke kota kepada si Anu dan katakan kepadanya: Pesan Guru: waktu-Ku hampir tiba; di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku.” Lalu murid-murid-Nya melakukan seperti yang ditugaskan Yesus kepada mereka dan mempersiapkan Paskah.

Setelah hari malam, Yesus duduk makan bersama-sama dengan kedua belas murid itu. Dan ketika mereka sedang makan, Ia berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” Dan dengan hati yang sangat sedih berkatalah mereka seorang demi seorang kepada-Nya: “Bukan aku, ya Tuhan?” Ia menjawab: “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku. Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” Yudas, yang hendak menyerahkan Dia itu menjawab, katanya: “Bukan aku, ya Rabi?” Kata Yesus kepadanya: “Engkau telah mengatakannya.”

***

Pengkhianatan Yudas semakin konkret dengan kesepakatan harga jual Yesus kepada imam-imam kepala sebesar tiga puluh uang perak. Transaksi jual beli sudah dilaksanakan. Yudas hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk menyerahkan Yesus kepada mereka. Kendati sudah menjual sang Guru, Yudas tidak sungkan untuk selalu bersama dengan Yesus dan murid-murid yang lain. Ia bersikap seolah-olah semuanya baik-baik saja. Ia menjadi murid yang bermuka dua. Faktanya, kehadirannya di sisi Yesus hanya formalitas belaka. Ketika Yesus menyatakan bahwa di antara mereka akan ada yang menyerahkan-Nya, para murid menjadi sedih dan bertanya-tanya, “Bukan aku, ya Tuhan?” Mengikuti mereka, Yudas yang pura-pura tidak tahu dan berlagak tidak berdosa berkata, “Bukan aku, ya Rabi?”

“Bukan aku, ya Tuhan?” Dengan pertanyaan itu, kita dapat merenungkan: Apakah kita sudah berusaha setia sebagai murid Tuhan? Di tengah kelemahan kita sebagai manusia, apakah kita juga terkadang berberkhianat kepada-Nya? Kita perlu mengingat bahwa ketika Yesus ditangkap, diadili, disiksa, dan dibunuh, para murid-Nya kebanyakan bersembunyi dan takut, bahkan ada pula yang menyangkal-Nya secara terang-terangan. Dengan begitu, murid yang mengecewakan ternyata bukan hanya Yudas. Yang lain juga demikian.

Sebagai manusia biasa, kita semua adalah pribadi-pribadi yang kurang sempurna. Untuk dapat mencintai Tuhan dan sesama dengan cinta yang sempurna adalah suatu proses yang panjang, bahkan ini merupakan pergumulan sepanjang hidup. Ketidaksetiaan kita kepada Tuhan akan disembuhkan saat kita mau berjuang untuk semakin bertumbuh dalam cinta. Para rasul yang bertanya, “Bukan aku, ya Tuhan?”, juga adalah pribadi-pribadi yang berjuang keras untuk menjadi murid-murid yang sejati. Meskipun awalnya ketakutan dan menjauh dari Guru mereka, mereka akhirnya sadar bahwa kehilangan nyawa demi iman akan Yesus adalah jalan cinta yang sempurna.

Kecuali bagi Yudas, “Bukan aku, ya Tuhan?”, bagi para murid menjadi sebuah pertanyaan yang mengantar pada pembaruan hidup dalam relasi cinta dengan Tuhan. Berkaca dari pertanyaan ini, kita pun diantar pada kesadaran untuk memberikan cinta yang sempurna setiap saat dalam hidup kita. Kasihilah Tuhan dan sesama secara total, tanpa pamrih, tanpa memperhitungkan untung rugi. Jadilah pribadi yang baru dengan meneladan pemberian diri Yesus yang tulus dan kerelaan-Nya untuk mengorbankan nyawa bagi keselamatan semua orang.