Kasih yang Paling Agung

Rabu, 10 April 2024 – Hari Biasa Pekan II Paskah

85

Yohanes 3:16-21

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia. Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah. Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat. Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu tidak tampak; tetapi barangsiapa melakukan yang benar, ia datang kepada terang, supaya menjadi nyata, bahwa perbuatan-perbuatannya dilakukan dalam Allah.”

***

Dalam sebuah kesempatan, seorang imam memulai permenungannya dengan bertanya, “Mengapa simbol cinta kristiani itu salib, bukan jantung sebagaimana yang paling dikenal oleh banyak orang?” Ia lalu berkata, “Sesungguhnya, akan ada waktunya jantung manusia berhenti berdetak, tetapi Dia yang tergantung di kayu salib tidak akan pernah berhenti mencintai kita. Di sinilah letak keunikan simbol cinta kristiani.”

Masih berbicara tentang percakapan Yesus dengan Nikodemus, hari ini saya ingin memusatkan permenungan saya pada pernyataan Yesus yang menegaskan tentang kebesaran kasih Allah kepada umat manusia. Karena begitu besar kasih-Nya kepada dunia, Allah mengutus Putra-Nya sebagai penyelamat. Apa yang ingin Yesus sampaikan melalui pernyataan ini?

Kasih sejati ialah kasih yang penuh pengorbanan. Ia hanya memberi dan tak mengharap kembali. Seorang yang sungguh-sungguh mencintai tidak akan menahan diri untuk memberikan yang terbaik yang dapat ia berikan kepada orang yang dicintainya. Allah membuktikan kasih-Nya kepada kita dengan memberikan yang terbaik yang Dia miliki, yaitu Anak-Nya yang tunggal, yang dengan rela memberikan diri-Nya sebagai kurban penebusan dosa umat manusia. Kasih-Nya bukanlah kasih yang memilah-milah, yang hanya ditujukan untuk beberapa orang saja, melainkan kasih yang merangkul semua tanpa tebang pilih.

Kita hanya perlu bersedia untuk menyambut terang yang datang dari-Nya, untuk percaya bahwa Dia adalah satu-satunya sumber hidup kita, serta membiarkan diri kita diselimuti oleh cinta yang Dia berikan sejak sediakala. Di tengah dunia yang sering kali diliputi kegelapan, kesewenang-wenangan, dan ketidakadilan, kita juga dituntut untuk selalu mengambil jalan kemuridan, yakni dengan menyebarkan kasih sejati yang tanpa syarat dan bersedia berkorban demi kebahagiaan sesama. Itulah kasih yang paling agung. Mereka yang selalu berbuat baik akan menjadi terang bagi sesama yang lain.