Lukas 6:6-11
Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia. Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri. Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya. Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.
***
Hari ini kita mendengarkan kisah tentang Yesus yang pada hari Sabat menyembuhkan seorang yang tangan kanannya lumpuh. Peristiwa ini sarat dengan pelajaran penting tentang hukum, belas kasihan, dan prioritas dalam kehidupan kita sebagai pengikut Kristus.
Utamakan manusia di atas hukum. Ahli Taurat dan orang Farisi sangat ketat dalam menerapkan hukum Sabat. Pada hari Sabat, semua pekerjaan dilarang untuk dilakukan, termasuk tindakan penyembuhan. Namun, Yesus menunjukkan bahwa hukum Sabat tidak dimaksudkan untuk membebani manusia, tetapi untuk memberikan istirahat dan pemulihan. Ketika melihat orang dengan tangan yang lumpuh, hati Yesus pun tergerak oleh belas kasihan. Ia pun mengajukan pertanyaan, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?” Dengan pertanyaan ini, Yesus menantang pandangan ahli Taurat dan orang Farisi yang legalistik. Dia menunjukkan bahwa hukum Allah selalu dimaksudkan untuk membawa kehidupan, bukan kematian. Dia mengingatkan kita bahwa kasih dan kebaikan harus menjadi prioritas dalam segala hal, bahkan di atas aturan agama yang paling sakral sekalipun.
Renungkanlah motif hati kita. Ketika Yesus memerintahkan orang itu untuk berdiri di depan, Dia tidak hanya melakukan mukjizat, tetapi juga menguji hati orang-orang yang hadir. Ahli Taurat dan orang Farisi mengamati Yesus dengan tujuan untuk menemukan kesalahan-Nya, bukan untuk belajar ataupun dipertobatkan. Mereka lebih peduli pada pelanggaran hukum Sabat daripada pada kesembuhan dan pemulihan seorang manusia. Ini kiranya menjadi cermin bagi kita semua. Kita diajak untuk merenungkan motif hati kita ketika berhadapan dengan perintah Tuhan. Apakah kita lebih fokus pada aturan daripada pada kebutuhan dan penderitaan sesama? Apakah kita terkadang menghakimi orang lain berdasarkan penampilan luar tanpa memahami konteks atau isi hati mereka?
Berani berdiri untuk kebaikan. Orang yang tangan kanannya lumpuh itu diminta oleh Yesus untuk berdiri di depan semua orang sebelum disembuhkan. Tindakan ini memerlukan keberanian, karena dia mungkin merasa malu atau takut kepada orang banyak. Namun, dia tetap menaati perintah Yesus. Berkat iman serta keberanian itu, dia pun mengalami mukjizat. Dalam kehidupan kita, ada kalanya Tuhan memanggil kita untuk berdiri dan mengambil sikap, bahkan ketika itu tidak populer atau menimbulkan risiko. Yesus mengajarkan kita untuk tidak takut melakukan apa yang benar, meskipun itu mungkin melawan arus atau menghadapi kritik dari orang-orang di sekitar kita.
Kasih lebih besar daripada hukum. Pada akhirnya, kemarahan menjadi reaksi ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka mulai bersekongkol untuk menghancurkan Yesus. Ini menunjukkan betapa kerasnya hati mereka yang terpaku pada aturan dan kekuasaan, sehingga tidak dapat melihat kebaikan yang terjadi di hadapan mereka. Yesus menunjukkan bahwa kasih dan belas kasihan jauh lebih besar dari hukum. Kasih itu aktif, tidak pasif. Kasih mencari cara untuk menyembuhkan dan memberkati, bukan untuk menghakimi atau menindas. Melalui tindakan Yesus, kita dipanggil untuk mengutamakan kasih dan kebaikan dalam segala aspek kehidupan, bahkan ketika itu menentang tradisi atau norma yang ada.
Bacaan Injil hari ini mengajarkan kita bahwa Tuhan menghendaki kita untuk mengutamakan kasih dan kebaikan di atas segala aturan dan tradisi. Hukum Tuhan tidak dimaksudkan untuk membebani, tetapi untuk memberikan kehidupan. Ketika kita dihadapkan pada pilihan, kita harus selalu memilih untuk berbuat baik dan menunjukkan belas kasihan, sebab itulah inti dari ajaran Kristus. Mari kita berdoa agar Tuhan memberi kita hati yang penuh kasih, yang berani berdiri untuk apa yang benar, serta yang selalu siap untuk menyembuhkan dan memulihkan, bahkan di saat-saat yang paling sulit. Seperti Yesus, mari kita menjadi alat kasih Tuhan di dunia ini, membawa terang dan kehidupan di mana pun kita berada.