Dipuji Karena Iman

Senin, 2 Desember 2024 – Hari Biasa Pekan I Adven

108

Matius 8:5-11

Ketika Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira mendapatkan Dia dan memohon kepada-Nya: “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh dan ia sangat menderita.” Yesus berkata kepadanya: “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tetapi jawab perwira itu kepada-Nya: “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya.” Setelah Yesus mendengar hal itu, heranlah Ia dan berkata kepada mereka yang mengikuti-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorang pun di antara orang Israel. Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak dan Yakub di dalam Kerajaan Surga.”

***

Setiap orang mempunyai keinginan untuk dipuji. Keinginan itu sebenarnya sangat manusiawi. Namun, pertanyaannya, dipuji karena apa? Apakah karena prestasi? Apakah dipuji karena perbuatan baik, benar, dan adil? Kita perlu terus bertanya, apa yang layak membuat diri kita mendapat pujian atau apresiasi dari orang lain.

Hari ini, kita berjumpa dengan seorang perwira Romawi yang dipuji oleh Yesus karena kebesaran imannya. Orang-orang Romawi tentu umumnya tidak mengimani Yesus sebagai Mesias. Namun, tidak demikian halnya dengan perwira yang satu ini. Ia tampaknya sedang menjalani tugas militer di Kapernaum, di mana Yesus sering mengajar dan menyembuhkan orang sakit di situ. Sebagaimana dikisahkan dalam bacaan Injil, ketika Yesus sedang berada di Kapernaum, perwira itu memohon supaya Ia berkenan menyembuhkan hambanya yang sangat menderita karena lumpuh.

Perwira itu tidak langsung bertemu Yesus, tetapi meminta tua-tua Yahudi untuk menyampaikan permohonannya kepada Dia, mungkin karena menyadari bahwa dirinya bukan orang Yahudi. Sang perwira mempunyai iman yang sungguh besar kepada Yesus. Iman itu tampak dalam perkataannya, “Katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” Karena itulah Yesus memuji orang itu, sebab imannya melampaui iman orang-orang Israel.

Iman, sikap, dan tindakan perwira itu patut menjadi teladan bagi kita, umat kristiani. Percaya kepada Yesus sebagai penyelamat dunia dan manusia sudah seharusnya tidak saja diekspresikan lewat perkataan, tetapi lebih dari itu lewat tindakan. Kita selalu berjumpa dengan sesama yang sakit, lapar, dan menderita. Ketika kita berjumpa dengan sesama yang demikian, apa yang perlu kita lakukan? Mari kita belajar dari sang perwira yang sungguh beriman dan peduli kepada sesama yang menderita. Iman akan lebih bermakna jika diwujudkan dalam hidup setiap hari.

Perjumpaan sang perwira dengan Yesus juga dipandang sebagai antisipasi keadaan sesudah kematian dan kebangkitan Yesus, di mana orang-orang yang percaya dari berbagai suku dan bahasa akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah, sebab keselamatan yang bersumber dari Allah ditujukan kepada semua orang, baik Yahudi maupun bukan Yahudi.