Berakar pada Kristus

Selasa, 20 Mei 2025 – Hari Biasa Pekan V Paskah

38

Yohanes 14:27-31a

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari Aku. Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku. Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku.”

***

Dalam amanat perpisahan-Nya, Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu.” Akan tetapi, Yesus menegaskan bahwa damai sejahtera yang diberikan-Nya tidak seperti yang diberikan oleh dunia.

Bacaan pertama hari ini (Kis. 14:19-28) mengisahkan pengalaman Paulus dan Barnabas saat berada di Kota Listra. Orang-orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium datang ke situ dan menghasut massa untuk melempari Paulus dengan batu. Paulus kemudian diseret ke luar kota karena dikira sudah mati. Demikianlah Paulus sebagai rasul Kristus harus menanggung penderitaan karena imannya.

Hidup orang beriman selalu berhadapan dengan dua sisi. Pertama, menghadapi hal-hal yang kelihatan seperti kesulitan, kesedihan, masalah, kegembiraan, dan lain sebagainya. Kedua, menghadapi hal yang tidak kelihatan, yakni Allah yang terlibat dalam hidup manusia.

Dari sosok Paulus dan Barnabas, kita mendapatkan teladan akan orang beriman yang sanggup membuat keputusan sulit dan tak terpahami, tetapi akhirnya terbukti kebenarannya. Lihatlah, mereka berdua tetap melangkah maju untuk mewartakan Kristus yang bangkit, meski tantangan dan halangan menghadang mereka di jalan. Bukan sekadar hambatan, ini bahkan berkaitan langsung dengan keselamatan mereka sendiri. Akan tetapi, Paulus dan Barnabas tidak gentar menghadapi semua itu. Keduanya menyerahkan seluruh diri mereka kepada Allah, dan membiarkan Allah melaksanakan kehendak-Nya.

Sebagai orang beriman, kita bukanlah sekadar penonton terjadinya peristiwa demi peristiwa dalam kehidupan ini. Kita semua diundang untuk mau bekerja sama dengan Allah guna mewujudkan kehendak-Nya. Ketika berhadapan dengan kesulitan, Paulus dan Barnabas adalah teladan kita. Mereka sanggup menghadapi penganiayaan, penderitaan, dan kesulitan karena mampu melihat Allah yang ada bersama mereka. Orang tidak beriman beranggapan bahwa indra dan pikiran adalah patokan untuk menilai sesuatu. Berbeda dengan itu, orang beriman melihat bahwa yang paling layak untuk dijadikan andalan bukanlah indra dan pikiran manusia yang amat terbatas, melainkan kuasa Allah.

Dalam Surat Apostolik Patris Corde (2020), Paus Fransiskus memandang Santo Yusuf sebagai man of crisis, sehingga layak menjadi teladan kekuatan iman. Yusuf membangun keluarga dengan awal yang berat ketika menghadapi kehamilan Maria di luar perkawinan, disusul dengan segala situasi sulit yang terjadi berikutnya. Imanlah yang membuatnya tabah dan tangguh dalam menghadapi situasi-situasi yang tidak mudah tersebut.

Hal yang sama terjadi pada Paulus dan Barnabas. Imanlah yang membuat mereka dan jemaat mampu melihat bahwa Tuhan sungguh hadir dalam segala peristiwa yang mereka alami. Asal selalu berakar pada Kristus, mereka pasti akan kuat.