Beriman seperti Maria

Sabtu, 31 Mei 2025 – Pesta Santa Perawan Maria Mengunjungi Elisabet

44

Lukas 1:39-56

Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: “Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana.”

Lalu kata Maria: “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.”

Dan Maria tinggal kira-kira tiga bulan lamanya bersama dengan Elisabet, lalu pulang kembali ke rumahnya.

***

Maria bersukacita! Ya, Maria memang pantas bersukacita, sebab ia mengandung Yesus, sumber sukacita itu sendiri. Bahkan sebelum keluar dari kandungan Maria, Yesus telah menimbulkan sukacita bagi Yohanes Pembaptis. “Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus.”

Sukacita Maria tidak berdasar pada emosi dangkal yang berpusat pada dirinya sendiri, seperti misalnya ketika seseorang meraih suatu prestasi atau posisi tertentu. Sukacita Maria lahir dari kesadarannya akan betapa luar biasa karya Allah pada diri dan hidupnya. Ia menyadari secara penuh siapa dirinya tanpa Allah. Kata Maria, “Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku.” Maria seakan-akan ingin mengatakan bahwa menjadi ibu Tuhan bukanlah sebuah prestasi, melainkan semata-mata merupakan misteri kebesaran karya Allah. Meskipun pada mulanya ia tidak sepenuhnya mengerti, Maria tetap menerimanya dengan ketaatan penuh. Sukacita Maria lahir karena jiwanya memuliakan Tuhan yang diimaninya sebagai Juru Selamat dirinya.

Dalam kidung yang diserukannya, kata-kata Maria tidak terpusat pada dirinya, tetapi pada Allah semata. Ia menceritakan kuasa, karya, dan kebaikan Allah. Kidung Maria tidak hanya menceritakan kisah kehidupannya secara personal, tetapi merupakan rangkaian pengalaman sejarah umat manusia secara komunal. Allah yang melakukan karya besar dalam diri Maria adalah Allah yang sama, yang dari sejak dahulu kala telah melakukan karya besar di dalam sejarah bangsa Israel yang merupakan hamba Tuhan.

Ada dua hal penting dalam kidung Maria terkait hamba, yakni kerendahan dan takut akan Allah. Seorang hamba menyadari siapa dirinya dan takut akan Allah, sehingga Allah akan memperhatikannya dan melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadanya. Saat Maria ditemui malaikat dan mendengar kabar mengenai dirinya yang akan mengandung, ia mempertanyakan hal itu, sebab secara akal sehat, bagaimana mungkin ia akan hamil jika belum bersuami? Namun, meskipun mungkin saat itu ia tidak sepenuhnya paham dengan jawaban yang diberikan oleh Malaikat Gabriel, Maria memilih untuk tetap percaya dan taat kepada Allah. Dengan kerendahan hati, ia mengakui kehambaannya dan menyatakan ketaatannya, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Iman Maria mungkin terlihat sederhana, namun bukan iman abal-abal. Maria adalah teladan iman umat Katolik. Imannya kuat mengakar, sehingga meskipun hanya perempuan biasa, ia mampu menjalankan tugasnya secara tuntas sebagai ibu Putra Allah. Dari sebelum kelahiran hingga setelah kematian Anaknya, Maria tetap setia, sehingga ia diangkat dan dimahkotai di surga.

Iman Maria mengakar dalam sejarah dan menjadi bagian dari iman Gereja serta umat Katolik. Imannya mengajarkan kita akan arti ketaatan dan kesetiaan penuh pada janji-janji Allah. Allah yang penuh kuasa dan yang mencerai-beraikan orang-orang congkak adalah juga Allah yang penuh kasih, yang meninggikan orang-orang rendah, dan yang mengingat janji-Nya akan rahmat untuk Abraham dan keturunannya selama-lamanya.