Menjaga

Rabu, 4 Juni 2025 – Hari Biasa Pekan VII Paskah

54

Yohanes 17:11b-19

“Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci. Tetapi sekarang, Aku datang kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka. Aku telah memberikan firman-Mu kepada mereka dan dunia membenci mereka, karena mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.”

***

“Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.”

Salah satu cara pandang dan budaya yang begitu kuat dihidupi orang zaman sekarang adalah budaya “aku”. Semua tentang diriku. Aku punya berbagai macam hak yang harus diperhatikan, dipenuhi, dan diutamakan. Aku adalah yang utama. Kenyamanan diriku adalah prioritas utama. Kesenangan diriku adalah harga mutlak. Itulah budaya “aku” yang semakin akrab digemari orang zaman sekarang.

Yesus menawarkan budaya yang lain, yakni budaya “menjaga”. Jelas sekali budaya ini bertolak belakang dengan budaya “aku”, sebab budaya “menjaga” memberi perhatian pada sesama, mau bertanggung jawab terhadap sesama. Orang lain bukan sekadar pelengkap atau figur tambahan dalam hidup seseorang. Orang lain adalah wajah Tuhan yang mengundang seorang pribadi untuk menyapa dan memperhatikan mereka.

Budaya “menjaga” membawa kerepotan-kerepotan, berbeda dengan budaya “aku” yang jelas lebih enak karena tidak menimbulkan kerepotan. Namun, coba kita renungkan, untuk apa Yesus hadir di dunia kalau Tuhan tidak mau repot? Kehadiran Yesus yang berkarya bagi banyak orang, bahkan sampai mati di salib, menunjukkan semangat Yesus untuk mau repot demi keselamatan kita. Apa yang terjadi kalau Yesus tidak mau repot? Bisa kita bayangkan kita semua sudah berakhir di penghukuman abadi karena budaya “aku”.

Kita ditantang untuk mengubah cara pikir dan keyakinan kita. Kita ditantang untuk keluar dari kemalasan dan kedegilan hati kita. Mari kita mohon rahmat Tuhan agar hati kita dikobarkan oleh semangat untuk selalu menjaga dan memperhatikan sesama.