Nil Utilius Sole et Sale

Selasa, 10 Juni 2025 – Hari Biasa Pekan X

37

Matius 5:13-16

“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagi pula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.”

***

Nil utilius sole et sale adalah ungkapan bahasa Latin yang berarti “tidak ada yang lebih berguna daripada matahari dan garam”. Matahari sangat vital bagi manusia, yakni sebagai sumber cahaya yang menerangi dunia sekaligus sumber energi. Sementara itu, garam sebagai pemberi rasa sangat berguna untuk masakan yang kita makan. Tentu kita tidak menyukai makanan yang hambar. Demikianlah garam dan matahari merupakan dua hal yang sangat esensial dalam hidup manusia. Kegelapan dan kehambaran hilang berkat sinar matahari dan garam.

Dalam khotbah di bukit, Yesus mengatakan kepada para murid-Nya bahwa menjadi pengikut-Nya berarti berani menjadi garam dan terang dalam dunia. Sebagai garam, para murid tidak boleh menjadi tawar. Menjadi tawar berarti kehilangan identitas sebagai pemberi rasa, kehilangan manfaat bagi dunia, bagi orang lain. Sebagai garam, para murid harus mampu menggarami dunia, membawa pengaruh positif bagi masyarakat, bagi sesama yang dijumpai dalam hidup. Orang yang kehadirannya tidak memberi makna bagi orang lain atau lingkungan kehilangan sifat asli sebagai murid Yesus.

Demikian juga sebagai cahaya, seorang murid harus menerangi orang lain, membiarkan kebaikan-kebaikannya dirasakan oleh sesama. Bukan bertujuan mencari pujian bagi diri sendiri, perbuatan-perbuatan kasih yang kita lakukan hendaknya membuka pikiran orang, menerangi mereka, agar mereka mampu melihat kehadiran Allah dan memuliakan Bapa. Seorang murid harus membantu orang lain melihat atau menemukan jalan yang benar, jalan menuju keakraban dengan Allah. Terang mampu menyinari, membuat orang melihat jalan yang harus dilewati. Itulah tugas para murid, yakni menuntun orang pada jalan Allah, jalan kebahagiaan, jalan kasih.

Salah satu emosi negatif yang melemahkan manusia adalah perasaan tidak berguna, tidak berharga. Ini adalah salah satu gejala depresi. Orang merasa putus asa dan frustrasi. Keadaan ini hendaknya tidak dialami oleh para murid Yesus, sebab bertentangan dengan ciri khas orang beriman. Orang beriman semestinya bahagia karena hidupnya bermakna. Kebahagiaan itu tahan lama dan menular ke lingkungan sekitar. Jadilah seperti garam dan matahari yang dicari oleh semua orang karena kehadiran kita selalu membawa sukacita dan daya hidup bagi lingkungan. Kebaikan yang kita hidupi dan wartakan akan menjadi jalan terang bagi orang lain untuk mengenal, dekat, percaya, dan memuliakan Allah. Ingat, ketika kita menjadi garam dan terang, tujuan utamanya adalah ad maiorem Dei gloriam, agar Allah semakin dimuliakan.