Respek

Jumat, 13 Juni 2025 – Peringatan Wajib Santo Antonius dari Padua

35

Matius 5:27-32

“Kamu telah mendengar firman: Jangan berzina. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzina dengan dia di dalam hatinya. Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, daripada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa daripada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.

Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zina, ia menjadikan istrinya berzina; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zina.”

***

UEFA, persatuan asosiasi sepak bola Eropa, mengampanyekan sikap antirasisme, serta sikap respek atau penghargaan yang tulus kepada semua orang tanpa membeda-bedakan suku, agama, latar belakang, dan warna kulit. Patch atau badge bertuliskan kata respect diwajibkan untuk dipasang di bagian lengan jersey pemain dalam kompetisi resmi UEFA. Demikianlah, penghargaan kepada sesama adalah sikap yang harus dimiliki semua orang, agar dunia menjadi tempat yang damai. Kesombongan yang membuat seseorang merasa lebih baik dari yang lain menjadi sumber perang dan penderitaan manusia.

Dalam khotbah di bukit, Yesus mengajarkan pentingnya sikap penghargaan yang penuh kasih kepada sesama, yang melibatkan seluruh diri manusia. Inilah penegasan bahwa praktik hidup yang baik haruslah tidak setengah-setengah. Bagi Yesus, awal mula perzinaan yang dilakukan seseorang adalah ketiadaan penghargaan terhadap sesama dalam diri orang itu. Ketika seseorang menjadikan orang lain sebagai objek pemuasan egonya, di situlah dosa muncul.

Yesus mengajarkan agar kita memandang orang lain sebagai sesama yang seharkat dan semartabat dengan diri kita. Ketika kita memandang orang lain sebagai manusia yang lebih rendah dari kita atau sebagai objek semata, kita bersikap semena-mena terhadapnya. Perzinaan berawal dari cara pandang yang merendahkan atau sikap negatif terhadap orang lain. Pertobatan harus dimulai dari sikap, bukan hanya perilaku. Sikap (attitude) memengaruhi perilaku (behavior). Kasih harus menyertakan seluruh diri, baik sikap, cara berpikir, maupun perilaku. Demikian juga pertobatan harus mencakup seluruh diri.

Relasi antarmanusia haruslah diwarnai oleh sikap penghargaan atau cara pandang positif satu sama lain. Martin Buber, seorang filsuf eksistensialis, berkata bahwa relasi yang ideal pada manusia adalah relasi I-thou, yaitu relasi yang memandang orang lain, thou atau you, sebagai pribadi yang mulia, bermartabat, dan berharga. Relasi yang tidak sehat adalah relasi I-it, yaitu hubungan antarmanusia, di mana orang lain dianggap sebagai benda atau objek. Relasi kedua ini meniadakan respek karena orang lain dianggap lebih rendah atau hanyalah objek yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri. Relasi toksik atau relasi posesif adalah contoh dari relasi I-it. Relasi kasih yang sejati mengandaikan adanya sikap penghargaan, respek, karena orang lain adalah sesama kita yang sama-sama berharga.