Mengusahakan Kesempurnaan

Senin, 16 Juni 2025 – Hari Biasa Pekan XI

25

Matius 5:38-42

“Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam darimu.”

***

Banyak orang pasti berpendapat bahwa ketika seseorang dipukul, membalasnya dengan ganti memukul merupakan hal yang umum dan wajar. Orang menuai apa yang ia tabur, sehingga sudah selayaknya kalau orang yang melakukan kekerasan terhadapnya dilakukan pula kekerasan. Itulah keadilan: Mata ganti mata, gigi ganti gigi. Hukum Taurat dalam Perjanjian Lama sepakat dengan hal itu, dan dengan cara seperti itulah hukum ini menata dan mengatur kehidupan bersama, yakni dengan memastikan bahwa seseorang mendapatkan pembalasan setimpal atas apa yang dilakukannya. Kalau memukul, dia pantas untuk dipukul. Kalau merampas, dia pantas untuk dirampas. Kalau membunuh, dia pun pantas untuk dibunuh.

Namun, seperti Bapa itu sempurna, Yesus menghendaki agar para murid dan orang-orang yang beriman kepada-Nya juga sempurna. Hendaknya mereka menjadi orang-orang dengan kepribadian di atas rata-rata, lebih baik dari orang-orang pada umumnya. Karena itu, dalam khotbah di bukit, Yesus meminta para pendengar-Nya untuk tidak sekadar menjadi orang yang adil. Selain adil, mereka harus juga berbelaskasihan. Itulah dasar dari ajaran Yesus, “Siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.”

Ajaran itu tidak bermaksud mendorong kita untuk rela menjadi korban dengan bersikap pasrah ketika ditindas dan diinjak-injak orang lain. Ajaran itu juga tidak boleh dilihat sebagai dukungan terhadap terjadinya tindak kekerasan dan kesewenang-wenangan. Yesus mengajarkan itu karena menyadari bahwa kejahatan tidak boleh dilawan dengan kejahatan. Jika kita memukul orang yang memukul kita, lalu apa bedanya kita dengan dia?

Kejahatan harus dilawan dengan kebaikan. Yesus mengajak kita untuk mengutamakan kasih, bukan balas dendam. Dengan kasih, akan padam permusuhan, kebencian, dan kemarahan. Dengan kasih, akan putus rantai kekerasan. Dengan kasih pula, akan kembali domba yang hilang, yakni ketika musuh yang kita rangkul menyesali kesalahannya, bertobat, dan berbalik menjadi saudara kita.

Banyak orang tertawa mendengarkan ajaran Yesus ini. Dengan sinis, mereka memandangnya sebagai sesuatu yang tidak mungkin. Sebagai murid-murid Yesus, hendaknya kita tidak kecil hati menghadapi reaksi negatif tersebut. Ajaran kasih yang disampaikan Yesus memang berat untuk dilaksanakan, tetapi bukan sesuatu yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Kesempurnaan harus diusahakan, meskipun bisa jadi tidak terwujud sepenuhnya. Setidaknya itu membuat kita selangkah menuju pribadi yang lebih baik. Dengan keyakinan bahwa hanya kasih yang akan menghentikan semua pertengkaran, kemarahan, dan balas dendam, kita harus mencoba dan terus mencoba untuk mempraktikkannya secara nyata setiap hari.