Berani Keluar dari Kenyamanan

Rabu, 2 Juli 2025 – Hari Biasa Pekan XIII

33

Matius 8:28-34

Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak seorang pun yang berani melalui jalan itu. Dan mereka itu pun berteriak, katanya: “Apa urusan-Mu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?” Tidak jauh dari mereka itu sejumlah besar babi sedang mencari makan. Maka setan-setan itu meminta kepada-Nya, katanya: “Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu.” Yesus berkata kepada mereka: “Pergilah!” Lalu keluarlah mereka dan masuk ke dalam babi-babi itu. Maka terjunlah seluruh kawanan babi itu dari tepi jurang ke dalam danau dan mati di dalam air. Maka larilah penjaga-penjaga babi itu dan setibanya di kota, diceriterakannyalah segala sesuatu, juga tentang orang-orang yang kerasukan setan itu. Maka keluarlah seluruh kota mendapatkan Yesus dan setelah mereka berjumpa dengan Dia, mereka pun mendesak, supaya Ia meninggalkan daerah mereka.

***

Ketika masih mengajar di SMA, saya sering menemukan murid-murid yang terlambat datang ke sekolah. Di antara mereka, ada beberapa yang hampir setiap hari terlambat. Suatu kali, saya bertanya kepada salah seorang di antara mereka mengapa sering sekali terlambat. Murid itu menjawab bahwa dia selalu terlambat bangun. Saya menanyakan mengapa dia tidak menyalakan alarm agar bisa bangun tepat waktu. Dia mengatakan bahwa setiap hari dia memasang alarm, tetapi setiap kali alarm bunyi, dia mematikannya, lalu tidur kembali. Begitulah sering kali kita mengabaikan suara-suara yang membawa kita pada kebaikan, dan memilih untuk tetap berada dalam kenyamanan yang bisa membawa kita pada maut.

Hari ini, Yesus dikisahkan tiba di Gadara dan berjumpa dengan dua orang yang kerasukan setan. Mereka tinggal di pekuburan, tempat yang paling tidak layak bagi orang hidup, terasing, dan ditakuti. Namun, ketika bertemu dengan Yesus, setan yang berada dalam diri kedua orang itu menjadi takut dan meminta Yesus memindahkan mereka ke dalam kawanan babi yang ada di sekitar situ, sehingga babi-babi itu terjun ke danau dan mati lemas.

Peristiwa itu membuat geger satu kota. Namun, yang mengejutkan bukan hanya mukjizat itu, melainkan juga reaksi warga setempat. Mereka meminta Yesus untuk pergi. Kehadiran Yesus dirasa mengganggu kenyamanan mereka. Mereka agaknya berpandangan bahwa kehadiran Yesus akan membawa berbagai perubahan pada tatanan yang selama ini berlaku di tengah-tengah masyarakat. Hal itu tidak mereka kehendaki. Mereka lebih memilih hidup seperti biasa, meski berdampingan dengan kekacauan dan setan yang merajalela, daripada hidup baru yang ditawarkan oleh Yesus.

Kita pun tidak jauh berbeda. Sering kali kita larut dalam pekerjaan yang membuat kita tidak punya waktu untuk Tuhan. Sering kali juga kita larut dalam kesedihan berkepanjangan, lupa bahwa ada Tuhan yang menghibur dan menguatkan. Tuhan datang dalam hidup kita lewat bisikan hati, suara hati nurani, ajakan untuk berubah, dan kegelisahan rohani yang muncul saat kita terlalu larut dalam dunia. Namun, reaksi kita sering kali seperti penduduk Gadara: Kita malah menjauh dari-Nya karena kehadiran-Nya mengganggu gaya hidup dan kenyamanan kita. Suara-Nya menyentuh sisi kita yang paling nyaman, entah itu soal harta, kebiasaan buruk, hubungan yang tidak sehat, atau ambisi pribadi.

Suara Tuhan selalu menggema di hati kita, tetapi Dia tidak pernah memaksa. Dia selalu setia menanti kita mendengarkan dan melakukan kehendak-Nya. Mari kita mendengar alarm suara Yesus dan keluar dari kenyamanan kita. Kita akan rugi jika karena rasa nyaman sesaat, kita mengabaikan suara-Nya yang menyelamatkan dan memulihkan seluruh hidup kita.