Ketulusan dan Kemunafikan

Senin, 25 Agustus 2025 – Hari Biasa Pekan XXI

15

Matius 23:13-22

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.

[Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu menelan rumah janda-janda sedang kamu mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Sebab itu kamu pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.]

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu mengarungi lautan dan menjelajah daratan, untuk mentobatkan satu orang saja menjadi penganut agamamu dan sesudah ia bertobat, kamu menjadikan dia orang neraka, yang dua kali lebih jahat daripada kamu sendiri.

Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. Dan barangsiapa bersumpah demi surga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya.”

***

“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, karena kamu menutup pintu-pintu Kerajaan Surga di depan orang. Sebab kamu sendiri tidak masuk dan kamu merintangi mereka yang berusaha untuk masuk.”

Di sebuah kampung kecil bernama Sukamurni, hiduplah Ibu Tulusia dan Ibu Munafika yang dikenal oleh semua warga. Ibu Tulusia dikenal sebagai sosok yang sederhana, bekerja sebagai penjual kue di depan rumahnya. Setiap pagi, ibu Tulusia menyapa tetangga dengan senyum tulus tanpa kata. Ibu Munafika, di sisi lain, adalah perempuan yang selalu tampil rapi dan berbicara manis di depan orang. Ia sering memuji orang lain, tetapi di belakang, ia menyebar gosip. Meskipun mengaku diri paling peduli, tetapi ia tidak pernah terlihat membantu siapa pun.

Suatu hari, kampung mereka dilanda banjir. Banyak rumah terendam. Ibu Tulusia, meski rumahnya juga terdampak, langsung turun tangan. Ia membuka dapur umum dan memasak makanan bagi warga yang mengungsi. Ia tidak bicara banyak, hanya bekerja. Ibu Munafika datang ke posko penanggulangan banjir sambil mengaku sudah mengirim bantuan, meskipun tidak ada yang merasa menerimanya. Ia sibuk berfoto-foto dan mengunggahnya ke media sosial dengan keterangan: “Peduli sesama itu penting.”

Saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan, secara umum kita pasti lebih menyukai orang yang berlaku tulus dan menghindari orang yang bersikap munafik. Namun, meski kita sangat menyukai ketulusan, tidak jarang ketulusan dan kemunafikan secara serentak hadir dalam diri kita. Terkadang kita bisa menjadi sangat tulus, tetapi dalam kesempatan lain, kita jatuh dalam kemunafikan.

Para psikolog sosial mengartikan ketulusan sebagai ekspresi autentik (asli) yang selaras antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Ketulusan menciptakan kepercayaan dan koneksi emosional. Kemunafikan merupakan bentuk ketidaksesuaian antara citra diri yang ditampilkan dan motivasi yang sebenarnya demi keuntungan pribadi. Kemunafikan sering kali menimbulkan ketidaknyamanan batin karena orang dengan begitu hidup dalam kepura-puraan.

Saudara-saudari yang terkasih, Yesus hari ini mengecam dengan keras ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi karena kemunafikan mereka. Yesus mengecam dampak dari perilaku dan pengajaran mereka yang memutarbalikkan pemaknaan atas hukum Taurat demi keuntungan sendiri. Dengan berlaku demikian, mereka menghalangi orang untuk mengalami kasih karunia Allah. Becermin dari mereka, mari kita menjadi orang yang tulus. Ketulusan itu menghidupkan, dan sebaliknya, kemunafikan itu mematikan. Tuhan memberkati.