
1 Tesalonika 2:1-8
Kamu sendiri pun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia. Tetapi sungguhpun kami sebelumnya, seperti kamu tahu, telah dianiaya dan dihina di Filipi, namun dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat. Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya. Sebaliknya, karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita. Karena kami tidak pernah bermulut manis — hal itu kamu ketahui — dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi — Allah adalah saksi — juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus. Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya. Demikianlah kami, dalam kasih sayang yang besar akan kamu, bukan saja rela membagi Injil Allah dengan kamu, tetapi juga hidup kami sendiri dengan kamu, karena kamu telah kami kasihi.
***
“Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.”
Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, Yesus hari ini kembali mengecam para ahli Taurat dan orang Farisi karena mereka sibuk dengan hal-hal kecil dalam hukum, namun mengabaikan hal yang terpenting, yakni keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Mereka tampak religius di luar, tetapi hati mereka penuh kerakusan. Di sisi lain, dalam bacaan pertama, Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika menunjukkan wajah sejati dari pelayanan kristiani. Ia tidak hanya memberitakan Injil, tetapi juga rela membagikan hidupnya seperti seorang ibu.
Melalui bacaan yang ditawarkan oleh Gereja, kita sebagai umat beriman pertama-tama diajak untuk berani berbagi hidup dengan sesama kita dengan analogi seorang ibu yang mengasuh anaknya. Proses pengasuhan ini dapat diartikan sebagai kemampuan berbagi hidup.
Analisis biologis menunjukkan bagaimana proses ibu membagikan hidup kepada anaknya. Seorang ibu mulai membagi hidupnya sejak awal kehamilan. Janin tumbuh dalam tubuh sang ibu, bergantung sepenuhnya pada nutrisi, oksigen, dan perlindungan yang diberikan melalui plasenta. Setelah kelahiran, ibu melanjutkan berbagi hidup melalui tindakan menyusui. ASI bukan hanya makanan, melainkan juga perlindungan imunologis. Penelitian juga menunjukkan bahwa setelah melahirkan, hormon prolaktin dan oksitosin mendorong otak seorang ibu untuk mengalami perubahan yang signifikan, serta memperkuat naluri keibuan dan dorongan untuk merawat anaknya.
Gereja adalah ibu yang merawat anak-anaknya. Semoga Tuhan meningkatkan hormon prolaktin dan oksitosin iman kita, sehingga kita satu sama lain mampu menjadi “ibu” yang rela membagi hidup kita bagi kehidupan sesama.