
Lukas 4:31-37
Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: “Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.” Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: “Diam, keluarlah darinya!” Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar darinya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: “Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar.” Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu.
***
Yesus mengajar di Kapernaum. Para pendengar-Nya terkagum-kagum, bukan karena kemampuan Yesus dalam beretorika seperti para juru kampanye, bukan pula karena Yesus pandai melucu seperti para peserta stand-up comedy. Orang-orang takjub karena perkataan Yesus penuh kuasa, perkataan Yesus mempunyai otoritas. Inilah yang mempertegas bahwa Ia sungguh Anak Allah. Karena itu, menjadi jelas bahwa otoritas Yesus adalah otoritas ilahi.
Yesus mengajar dengan penuh kuasa. Artinya, Yesus mengajar bukan hanya bermain kata-kata. Lebih dari itu, kata-kata-Nya mempunyai kekuatan. Kata-kata-Nya bisa dibuktikan dan diwujud-nyatakan. Dengan kata-kata, Ia bisa membuat banyak mukjizat seperti mengusir roh jahat, menggandakan makanan, menyembuhkan orang sakit, dan lain-lain. Kuasa-Nya juga bukan dalam rangka mendominasi. Yesus adalah seorang pengamat yang baik, seorang yang dekat dengan alam sekitar dan juga dekat dengan situasi manusia. Ia akrab dengan alam dan dunia petani juga nelayan. Sementara kita dapat menyaksikan-Nya sebagai guru yang mengajar, pada saat yang sama kita juga dapat melihat-Nya begitu dekat dengan orang-orang di sekeliling-Nya. Apa yang diajarkan adalah apa yang dihidupi-Nya.
Yesus mengajar dengan penuh kuasa karena dasarnya adalah relasi-Nya dengan Bapa. Ia menyadari bahwa tugas pengutusan-Nya adalah untuk melaksanakan kehendak Bapa. Segala perkataan dan pengajaran-Nya pun untuk melaksanakan kehendak Bapa. Karena itu, otoritas perkataan-Nya tidak menyesuaikan diri dengan ukuran manusia, tidak ada persaingan, dan tidak ada kepentingan pribadi.
Ketika menyampaikan pengajaran, tidak ada pujian terhadap diri sendiri dan keangkuhan yang keluar dari bibir-Nya. Sebaliknya, perkataan Yesus selalu penuh dengan kelemahlembutan, kemurahan hati, pengertian, damai sejahtera, kebenaran, dan keadilan. Inilah “aroma” yang menyelimuti ajaran-ajaran Yesus, berbeda dengan dunia kita, di mana banyak orang yang mempunyai otoritas, tetapi sebatas retorika yang serentak ingin mengagungkan diri dan cenderung mengorbankan orang kecil yang tak berdaya.