Duta Kemartiran Iman

Selasa, 16 September 2025 – Peringatan Wajib Santo Kornelius dan Siprianus

59

Lukas 7:11-17

Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah melawat umat-Nya.” Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.

***

Pengalaman iman menjadi nyata saat diwujudkan dalam sebuah tindakan. Bacaan Injil hari ini sungguh indah, terutama kalau kita membayangkan bersama adegan demi adegan yang muncul di dalamnya. Ada beberapa adegan kunci. Pertama, banyak orang mengusung putra seorang janda yang meninggal. Dia adalah anak semata wayang dari janda itu. Sang ibu menjadi pihak paling sedih dan menderita. Dia sudah mengalami fase kehilangan berkali-kali. Kedua, Yesus tergerak hati-Nya karena belas kasihan. Kepada janda itu, Ia berkata, “Jangan menangis!” Ketiga, Yesus membangkitkan anak ini. Orang banyak menjadi takut, namun akhirnya mereka memuliakan Allah dan nama Yesus menjadi masyhur.

Kita bisa merefleksikan ketiga adegan kunci itu dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepada diri kita sendiri. Pertama, adegan orang banyak yang mengusung jenazah anak muda itu. Apakah kita juga pernah menjadi orang yang satu hati dan satu rasa dengan menemani seseorang yang sedang bersedih? Dengan melakukan itu, kita sebenarnya dituntun pada perjumpaan dengan Tuhan.

Kedua, Tuhan berbelaskasihan dan berkenan untuk menolong. Pernahkah kita memiliki rasa belas kasihan kepada orang lain? Ataukah kita lebih sering bersikap masa bodoh, tidak peduli, dan acuh tak acuh? Yesus menunjukkan bahwa belas kasihan membuat segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Belas kasihan bisa menimbulkan keajaiban.

Ketiga, Yesus membangkitkan anak itu. Kebangkitan di sini dimulai dari rasa belas kasihan Yesus melihat situasi si janda dan para pengiring jenazah yang kompak menemani janda tersebut. Pernahkah kita juga mengalami kebangkitan diri karena belas kasihan orang yang menolong kita dan membuat kita hidup kembali?

Seperti yang kita peringati hari ini, orang-orang yang mengiringi jenazah itu adalah para duta kemartiran. Mereka satu sama lain seperasaan dan sepikiran demi menemani janda itu. Kemartiran dimulai dengan mematikan rasa untuk diri sendiri demi kepentingan orang lain. Tanpa tindakan mematikan kepentingan diri, kemartiran tidak akan ada, belas kasihan pun juga tidak akan ada.

Hari ini, apakah kita mau memulai kemartiran kita dengan belajar dari Yesus dan dari orang-orang yang menemani janda yang kehilangan anak itu?