
Lukas 10:38-42
Ketika Yesus dan murid-murid-Nya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataan-Nya, sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: “Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.” Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil darinya.”
***
Yesus berada di rumah Marta. Di situ, Ia mengajar. Marta berusaha keras untuk menunjukkan keramahan yang sebesar-besarnya kepada Yesus. Ia sadar bahwa sebagai tuan rumah, ia harus menunjukkan keramahtamahan sebagai bagian dari budayanya. Sebaliknya, saudarinya Maria duduk di kaki Yesus dan mendengarkan. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mendengarkan pengajaran Yesus.
Kisah Marta dan Maria merupakan bagian dari serangkaian kisah. Sebelumnya, orang Samaria menunjukkan keramahannya karena ia mengasihi (Luk. 10:30-37), dan penduduk kota menunjukkan keramahan mereka karena ingin tahu lebih banyak tentang Kerajaan Allah (Luk. 9:4-5; 10:5-11). Pada bagian ini, Maria melakukan keduanya. Sebaliknya, Marta teralihkan oleh kewajiban budaya. Ia bermaksud baik, tetapi kurang memahami perbedaan antara apa yang baik dan apa yang terbaik. Maria memilih melakukan yang terbaik, yakni duduk dan mendengarkan Yesus.
Perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati menunjukkan pelayanan kepada sesama yang melintasi batas budaya. Sementara itu, kisah tentang Marta dan Maria menunjukkan bahwa pelayanan terkadang harus dikesampingkan jika pertumbuhan rohani dipertaruhkan.
Suatu kali, Romo Mangun akan diwawancarai oleh sebuah stasiun televisi. Kru televisi sudah datang di rumahnya. Awalnya, Romo Mangun sabar menunggu pewawancara yang sedang berhias. Sampai pada satu titik, kesabarannya habis. Ia menegur pewawancara itu karena terlalu lama bersolek. Mungkin si pewawancara ingin agar dirinya enak dilihat oleh Romo Mangun maupun para pemirsa, namun Romo Mangun melihat hal itu sebagai buang-buang waktu. Ia melihat bahwa untuk sebuah wawancara, orang tidak perlu berdandan secara berlebihan karena bukan itu yang utama.
Manusia sering gagal memahami apa yang utama dalam hidupnya. Dibutuhkan kepekaan yang harus terus-menerus dilatih agar kita semakin dapat memahami mana yang utama dalam kehidupan ini. Semoga sebagai orang beriman, kita dapat terus melatih kepekaan kita, sehingga kita menjadi peka akan mana yang paling utama dalam iman.