
Lukas 13:31-35
Pada waktu itu datanglah beberapa orang Farisi dan berkata kepada Yesus: “Pergilah, tinggalkanlah tempat ini, karena Herodes hendak membunuh Engkau.” Jawab Yesus kepada mereka: “Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai. Tetapi hari ini dan besok dan lusa Aku harus meneruskan perjalanan-Ku, sebab tidaklah semestinya seorang nabi dibunuh kalau tidak di Yerusalem. Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!”
***
Zaman ini ditandai dengan apa yang disebut post-truth. Istilah ini merujuk pada apa yang terjadi dalam satu dekade terakhir, di mana fakta-fakta objektif memiliki pengaruh yang lebih kecil dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi dan keayakinan pribadi. Saya pribadi mengakui bahwa terkadang amat sulit untuk membedakan antara berita yang benar dan berita bohong, sebab dengan perkembangan AI sekarang, orang dengan mudah bisa membuat narasi yang mengada-ada, juga gambar dan video yang amat sempurna.
Sama seperti pisau, semuanya itu sebenaranya adalah sarana. Menjadi baik atau buruk tergantung pada siapa yang memegangnya. Namun, kita mendapati bahwa pada zaman ini, tidak sedikit orang yang menggunakan kemajuan teknologi digital untuk mengekspresikan insting primitif mereka. Mereka memelihara insting primitif untuk membunuh orang lain yang dianggap pesaing atau musuh.
Insting primitif berkembang pada masa lalu ketika taraf peradaban manusia berada pada zaman berburu. Pada masa kini, semestinya setiap orang mengembangkan dimensi nalar dan nurani untuk memajukan peradaban. Namun, dalam kenyataan, tidak sedikit orang dengan kesadaran penuh membunuh lawan politiknya dengan menebarkan ujaran kebencian, juga dengan mengemas berita bohong atau fitnah. Dalam paham post-truth, kebohongan yang diulang-ulang akan menjadi sebuah kebenaran yang diyakini publik. Pembunuhan karakter menjadi cara kerja orang-orang jahat zaman sekarang untuk menyingkirkan lawan. Hal ini semacam ini hanya merupakan bentuk lain dari kebiasaan saling bunuh pada masa lalu.
Melalui bacaan Injil hari ini, kita mengetahui bahwa segala intrik dan rancangan pembunuhan terhadap Yesus datang dari Yerusalem, yang sering disebut sebagai Kota Suci. Yerusalem adalah tempat Bait Suci berada, di mana orang-orang datang dari segala penjuru untuk memuji dan memuliakan Allah. Sangat disayangkan bahwa Kota Suci ternyata malah dipenuhi oleh kejahatan dan rencana-rencana kotor. Menanggapi hal itu, Allah berkehendak untuk memutuskan mata rantai kejahatan tersebut dengan laku kasih. Laku kasih diwujudkan secara nyata oleh Allah dengan mengutus Anak-Nya yang terkasih untuk menjadi tebusan bagi manusia.
Hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian yang sering kali berseliweran di dunia kita hanya bisa dihadapi dengan cara Tuhan bertindak, yakni aksi kasih yang nyata. Sama seperti Yesus yang tetap teguh melangkah tanpa terpengaruh oleh ancaman pembunuhan, kita pun ditantang untuk tetap melangkah dengan segala aksi nyata penuh kasih yang bisa kita lakukan.










