
Yohanes 6:37-40
“Semua yang diberikan Bapa kepada-Ku akan datang kepada-Ku, dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang. Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku. Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman. Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”
***
Kita sering mendengar lontaran kritik terhadap umat Katolik yang mendoakan orang yang telah meninggal. Kritik ini datang dari orang-orang yang berpandangan bahwa saat kematian datang, komunikasi antara orang yang hidup dan yang tidak hidup otomatis terputus. Kematian juga dilihat sebagai akhir dari perubahan. Tidak ada yang dapat diubah lagi, semua menjadi stagnan, termasuk dosa-dosa yang masih melekat. Dengan perspektif seperti itu, berdoa bagi orang yang sudah meninggal dianggap sebagai perbuatan sia-sia, apalagi meminta orang yang sudah meninggal untuk mendoakan orang yang masih hidup. Ini dituding sebagai praktik yang salah dan bertentangan dengan firman Tuhan, sebab roh orang yang sudah meninggal tidak memiliki kuasa apa pun.
Untuk mencari terang jawaban atas persoalan ini, mari kita cermati bersama bacaan pertama hari ini (2Mak. 12:43-46). Yudas Makabe mengumpulkan uang dari untuk dipersembahkan sebagai kurban penghapus dosa bagi prajurit yang gugur di pertempuran. Kitab Suci menilai perbuatan ini sebagai perbuatan sangat baik dan tepat. Yudas memikirkan kebangkitan prajurit yang sudah meninggal dan tetap menaruh pengharapan. Masih ada jalan untuk menebus dosa-dosa mereka.
Sebagai orang Katolik, kita percaya akan api penyucian. Di situlah jiwa orang yang sudah meninggal namun masih berlumur dosa akan disucikan. Katekismus Gereja Katolik (KGK 954) menyebutkan tiga kondisi dan situasi murid Tuhan: Pertama, yang masih mengembara di dunia (hidup); kedua, yang telah meninggal (mati); dan ketiga, yang telah mati namun masih berdosa (mengalami penyucian). Kelompok terakhir inilah yang masih membutuhkan doa-doa dari orang yang hidup. Seperti halnya Yudas Makabe, ketika kita berdoa bagi mereka, kita menaruh pengharapan bahwa doa-doa kita dapat membantu melepaskan dosa-dosa mereka.
Saling mendoakan kita lakukan karena kita mengimani persatuan kita dengan manusia lainnya sebagai anggota keluarga Allah yang tidak dibatasi oleh kematian (bdk. KGK 955). Doa kita adalah wujud kasih dan aksi kita untuk saling menjaga satu dengan yang lainnya. Ketika kita membawa nama mereka dalam Ekaristi kudus, itu bukan sekadar tradisi turun-temurun, namun karena kita sungguh-sungguh percaya akan janji Tuhan, “Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”
Allah Bapa berkehendak agar setiap orang selamat. Ia tidak menginginkan ada satu pun manusia yang hilang. Itu berarti Tuhan selalu memiliki harapan untuk manusia. Karena itu, meski kehidupan di dunia telah selesai, jangan pernah kehilangan harapan. Di dunia orang hidup maupun orang mati, harapan selalu ada. Kematian bukanlah akhir atau halangan bagi kita, murid-murid Tuhan, untuk bisa terus saling peduli dan saling menjaga antardua dunia.










