Membiarkan Yesus Menulis di Hati Kita

Sabtu, 13 Desember 2025 – Peringatan Wajib Santa Lusia

14

Matius 17:10-13

Lalu murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Kalau demikian mengapa ahli-ahli Taurat berkata bahwa Elia harus datang dahulu?” Jawab Yesus: “Memang Elia akan datang dan memulihkan segala sesuatu dan Aku berkata kepadamu: Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka.” Pada waktu itu mengertilah murid-murid Yesus bahwa Ia berbicara tentang Yohanes Pembaptis.

***

Ada sebuah kisah tentang kebiasaan unik seorang ibu setiap menjelang Natal. Ibu ini selalu menyiapkan “pojok terang” di sudut ruang tamu rumahnya, yang dilengkapi dengan lilin, patung kecil bayi Yesus, dan beberapa kartu Natal yang diterimanya. Di antara kartu-kartu itu ada satu kartu kecil yang kosong. Ketika ditanya oleh anaknya, ia menjawab, “Kartu ini untuk Yesus agar Dia dapat menuliskan apa yang harus kita perbaiki tahun ini.” Setiap malam selama Masa Adven, keluarga ibu itu duduk bersama, menyalakan lilin, dan merenungkan hal-hal yang mungkin Yesus kehendaki untuk mereka ubah, misalnya agar lebih sabar, lebih banyak membantu sesama, lebih mendengarkan satu sama lain, dan sebagainya. Tanpa sadar, dengan kebiasaan sederhana itu, mereka belajar bahwa menyambut Yesus bukan hanya soal dekorasi dan lagu-lagu Natal, melainkan juga soal melakukan pembaruan hati agar semakin layak menjadi palungan tempat Yesus lahir dan berbaring.

Para murid hari ini bertanya tentang kedatangan Elia yang menurut Kitab Suci harus mendahului Mesias. Yesus menjawab bahwa Elia telah datang dalam diri Yohanes Pembaptis. Namun, karena Israel menantikan Elia yang datang dengan kuasa dan keajaiban, kehadiran Yohanes Pembaptis yang sederhana tidak dikenali, dirasa tidak menarik, sehingga ditolak karena tidak sesuai harapan. Sebagaimana Yohanes ditolak, demikian pula Anak Manusia akan mengalami penderitaan dan penolakan.

Sering kita berharap bahwa Allah akan hadir secara spektakuler, menjawab doa-doa secara dramatis sesuai harapan kita, atau memberikan tanda-tanda yang luar biasa. Namun, Allah ternyata lebih sering hadir melalui hal-hal yang sangat biasa, seperti teguran seorang sahabat, peristiwa kecil yang menggerakkan hati, atau ajakan untuk berubah secara pelan tetapi konsisten. Masa Adven mengajar kita untuk peka melihat kehadiran Tuhan yang mungkin tersembunyi di balik wajah orang-orang sederhana atau peristiwa-peristiwa harian.

Dalam perikop ini, Yesus juga mengingatkan kita bahwa kedatangan Mesias selalu diawali dengan panggilan pertobatan. Itulah tugas Yohanes Pembaptis, yakni mempersiapkan jalan. Namun, sering kali panggilan itu tidak kita terima dengan baik karena mengusik kenyamanan dan mengundang terjadinya perubahan. Ini tentu tidak menyenangkan karena kita biasanya suka akan kenyamanan. Kita tidak mau kemapanan kita terusik.

Masa Adven bukanlah masa menunggu dengan pasif. Dalam Masa Adven, kita harus membiarkan Tuhan menyentuh bagian-bagian diri kita yang perlu dibenahi. Jika keluarga ibu dalam ilustrasi tadi menyediakan kartu kosong untuk menerima “catatan dari Yesus”, kita juga perlu menyediakan ruang kosong di hati kita, ruang bagi Tuhan untuk menuliskan sikap hati kita yang perlu dilembutkan, kebiasaan buruk kita yang perlu ditinggalkan, luka hati kita yang perlu disembuhkan dengan mengampuni, orang-orang yang perlu lebih kita perhatikan, dan sebagainya. Menunggu tanpa membiarkan diri diperbarui hanyalah penantian kosong, tetapi menunggu sambil membiarkan Tuhan bekerja dalam diri kita merupakan Adven yang sejati.

Karena itu, bacaan Injil hari ini mengajak kita untuk bertanya: Sudahkah kita menyiapkan hati selayaknya palungan bagi kelahiran Kristus? Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan dengan menyerukan pertobatan, kesederhanaan, dan kerendahan hati. Itulah juga jalan yang harus kita tempuh pada Masa Adven ini. Mari kita kembali pada gambaran kartu kosong yang disiapkan di pojok terang. Kita bisa melakukan hal serupa dalam bentuk yang sesuai dengan diri kita, misalnya dengan menuliskan komitmen kecil setiap minggu, meluangkan waktu untuk hening dan melakukan refleksi setiap hari, atau membantu seseorang yang kita tahu sedang dalam kesusahan.

Biarkan Tuhan menuliskan sesuatu dalam hati kita, membimbing kita untuk membenahi diri perlahan-lahan. Biarlah Adven menjadi masa di mana kita sungguh menyiapkan bukan hanya rumah kita, melainkan terutama hati kita, sebab Yesus yang lahir bukan hanya ingin tinggal di dunia ini, melainkan secara khusus di dalam diri kita masing-masing.