Menjadi yang Terbesar

Selasa, 25 Februari 2025 – Hari Biasa Pekan VII

77

Markus 9:30-37

Yesus dan murid-murid-Nya berangkat dari situ dan melewati Galilea, dan Yesus tidak mau hal itu diketahui orang; sebab Ia sedang mengajar murid-murid-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia, dan mereka akan membunuh Dia, dan tiga hari sesudah Ia dibunuh Ia akan bangkit.” Mereka tidak mengerti perkataan itu, namun segan menanyakannya kepada-Nya.

Kemudian tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Kapernaum. Ketika Yesus sudah di rumah, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: “Apa yang kamu perbincangkan tadi di tengah jalan?” Tetapi mereka diam, sebab di tengah jalan tadi mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka. Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.” Maka Yesus mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka, kemudian Ia memeluk anak itu dan berkata kepada mereka: “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.”

***

Robin Sharma, seorang penulis dan motivator asal Kanada, pernah berkata, “Kehebatan tidak ditemukan dalam harta benda yang kita kumpulkan, tetapi dalam hati yang kita miliki.” Hari ini, Penginjil Markus mempertemukan kita dengan Yesus dan murid-murid-Nya yang sedang dalam perjalanan melalui Galilea. Dalam perjalanan ini, Yesus memberi tahu para murid tentang penderitaan, kematian, dan kebangkitan-Nya.

Di satu sisi, para murid tidak memahami maksud perkataan Yesus, tetapi takut untuk bertanya lebih lanjut. Di sisi lain, secara diam-diam, mereka bertengkar tentang siapa yang terpenting dan terbesar di antara mereka. Mereka saling mengeklaim siapa di antara mereka yang menjadi “nomor satu”. Inilah masalah dasar mereka: Dia antara mereka ternyata masih ada persaingan, kompetisi, dan kecemburuan.

Berhadapan dengan situasi itu, Yesus menasihati murid-murid-Nya dengan menggunakan ilustrasi seorang anak kecil. Pada masa itu, anak kecil dianggap tidak memiliki status hukum. Ia tidak memiliki hak, tidak berdaya, dan selalu bergantung pada kedua orang tuanya. Karena itu, anak kecil di sini adalah simbol kemurnian, kerendahan hati, ketaatan, ketidakberdayaan, dan kepolosan. Bagi Yesus, dalam hal kemuridan, yang terbesar bukanlah orang-orang yang memiliki status sosial tinggi atau yang memegang kekuasaan. Yang terbesar adalah mereka yang bersikap rendah hati dan bertindak sebagai pelayan bagi semua.

Di tengah dunia yang sering kali mengagung-agungkan kekuasaan, status sosial, dan prestasi, Yesus mengajarkan kepada kita arti sikap rendah hati dan semangat pelayanan yang total. Kita diajak untuk menerima dan menghargai satu sama lain, terutama yang lemah dan rentan, yang dianggap tidak penting dalam pandangan dunia. Yesus menunjukkan bahwa untuk menjadi yang terbesar, kita harus menjadi yang terkecil dan melayani orang lain dengan kasih tanpa pamrih.