Dilahirkan Kembali

Senin, 28 April 2025 – Hari Biasa Pekan II Paskah

76

Yohanes 3:1-8

Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata: “Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorang pun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya.” Yesus menjawab, kata-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah.” Kata Nikodemus kepada-Nya: “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?” Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali. Angin bertiup ke mana ia mau, dan engkau mendengar bunyinya, tetapi engkau tidak tahu dari mana ia datang atau ke mana ia pergi. Demikianlah halnya dengan tiap-tiap orang yang lahir dari Roh.”

***

Nikodemus datang menjumpai Yesus pada malam hari. Tampaknya, ia tidak puas hanya sekadar melihat mukjizat dan mendengarkan sabda Yesus. Ia ingin berdiskusi lebih dalam tentang apa yang diwartakan dan dibawa oleh Yesus.

Nikodemus bukanlah orang sembarangan. Ada alasan kuat mengapa ia datang malam-malam. Ia bukan sekadar seorang Farisi yang taat, melainkan juga salah satu dari tujuh puluh anggota pengadilan agama atau yang disebut Sanhedrin. Dengan kedudukan ini, ia sangat berpengaruh.

Dengan datang pada malam hari, ia tidak dilihat oleh orang banyak, mengingat tindakannya ini dapat berdampak besar pada kedudukannya. Ia datang pada malam hari agar tidak ketahuan menjumpai Yesus, mengingat relasi Yesus dan orang Farisi yang sangat buruk. Namun, bisa juga pilihan waktu itu didasari oleh motivasi agar ia dapat berbicara dengan Yesus tanpa diganggu orang banyak.

Nikodemus mengakui bahwa mukjizat Yesus adalah bukti misi ilahi-Nya. Dalam kebersamaannya dengan Yesus, ia mendengarkan uraian Yesus tentang kelahiran kembali yang sulit dipahami olehnya. Karena itu, ia mempertanyakan, “Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan kalau ia sudah tua?”

Dilahirkan kembali yang dimaksudkan Yesus berarti seseorang harus menjalani kehidupan baru. Kelahiran adalah awal kehidupan, maka dengan dilahirkan kembali, seseorang berarti memulai sesuatu yang baru. Dengan kelahiran baru, ia memiliki sifat yang baru, prinsip yang baru, dan tujuan yang baru.

Sejak dilahirkan di dunia, manusia dibentuk dalam dosa dan kejahatan. Oleh sebab itu, ia harus menjalani “kelahiran kedua”, yakni ketika jiwa dibentuk dan dihidupkan kembali. Injil Yohanes juga menunjukkan bahwa kelahiran baru ini berasal dari surga, yang berarti dilahirkan dalam kehidupan ilahi dan surgawi. Dengan kelahiran kembali, hidup manusia bersekutu dengan Tuhan. Manusia ambil bagian dalam sifat ilahi, serta menyandang gambar dari sifat surgawi.

Siapkah kita untuk dilahirkan kembali? Jawaban untuk pertanyaan ini sangat gampang. Dengan mudah, kita bisa mengatakan, “Ya.” Namun, ada konsekuensi yang sangat berat dari jawaban itu. Kita dituntut untuk mengubah hidup kita menjadi lebih baik secara terus-menerus. Kita juga harus melihat segala sesuatu dengan cara yang sama seperti Yesus. Dengan dilahirkan kembali, hidup kita juga sedapat mungkin harus diarahkan untuk menyerupai kehidupan Yesus. Kita harus mengasihi sesama dan mengarahkan hidup kita selaras dengan cara hidup ilahi. Sanggupkah kita melakukannya?