
Yohanes 14:23-29
Jawab Yesus: “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia. Barangsiapa tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari-Ku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, selagi Aku berada bersama-sama dengan kamu; tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu. Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar daripada Aku. Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi.”
***
Kematian menghadirkan rasa duka dan kehilangan, seperti yang baru-baru ini kita alami ketika Bapa Suci Paus Fransiskus meninggal. Meskipun beliau memang telah lanjut usia dan sakit, kepergiannya tetap membawa kesedihan dan kehilangan yang mendalam.
Mengenai duka dan kehilangan, para ilmuwan telah melakukan penelitian selama beberapa dekade. Mereka berupaya untuk memahami lebih dalam tentang proses, cara mengatasi, dan dampak dari duka akibat kehilangan. Ada yang berpendapat bahwa jika tidak diatasi dengan baik, dukacita berpotensi menimbulkan gangguan mental.
Yesus telah mempersiapkan para murid untuk menghadapi kepergian-Nya. Ia meminta mereka bersukacita atas kepergian-Nya, sebab Ia akan datang kembali. Pesan ini terdengar ekstrem. Umumnya, kematian akan menimbulkan hal sebaliknya, yaitu dukacita. Namun, dukacita sendiri, jika tidak berlebihan, sebenarnya bukan sesuatu yang negatif. Dukacita bahkan dianggap perlu sebagai suatu proses yang kemudian diikuti oleh berbagai tahapan atau fase, hingga seseorang bisa sampai pada pemahaman menyeluruh bahwa diperlukan penyesuaian yang dinamis dan berkelanjutan terhadap peristiwa kehilangan.
Memahami kematian tidaklah mudah. Ilmu pengetahuan pun tidak mampu menjelaskan misteri kematian sepenuhnya. Untuk itulah kita harus beriman. Iman akan membuat kita mengerti. Janji Yesus bahwa Ia akan datang kembali, mengajak kita melihat kematian bukan sebagai akhir dari kehidupan. Meskipun kehidupan fisik terhenti dan tubuh menjadi hancur, kematian tidak mengakhiri kehidupan jiwa. Dalam sebuah refleksinya, Paus Fransiskus pernah mengatakan, “Kematian bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari sesuatu.” Awal yang dimaksud Paus Fransiskus adalah kehidupan kekal atau keabadian.
Dukacita menjadi berlebihan ketika menghanyutkan seseorang, membuat kehidupannya kehilangan arah dan menjadi tawar. Yesus mengingatkan para murid untuk tidak berfokus pada dukacita. Sebaliknya, mereka harus ingat untuk menata diri dan hidup mereka. Rasa kehilangan yang besar bukanlah bukti besarnya kasih mereka kepada-Nya. Yesus menekankan pentingnya ketaatan. “Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti firman-Ku.”
Sejalan dengan itu, saya teringat pada perkataan Camerlengo Apostolik Kardinal Kevin Farrell saat mengumumkan berita berpulangnya Paus Fransiskus. Selain mengungkapkan rasa duka yang mendalam, ia menyampaikan pula rasa syukur yang tak terhingga atas teladan Bapa Suci sebagai murid sejati Tuhan Yesus. Mampu menjadi murid sejati Yesus membuktikan kasih dan ketaatan Paus Fransiskus kepada-Nya.
Dengan bantuan Roh Kudus, iman, kasih, dan ketaatan akan membawa kita pada sukacita. Kematian Yesus yang terjadi dengan begitu kejam pasti mengguncang mental dan menciutkan hati para murid. Saat itu, mereka mungkin mempertanyakan nasib mereka, bahkan bisa jadi menjadi bimbang akan ajaran dan janji Yesus. Untuk itulah Yesus telah mempersiapkan Penghibur yang adalah utusan Bapa sendiri, yaitu Roh Kebenaran yang akan bersaksi tentang-Nya dan meneguhkan kembali iman mereka. Para murid tidak ditinggalkan sendirian.
Dengan berpulangnya Bapa Suci Paus Fransiskus, kita pun tidak ditinggalkan sendirian. Roh Kudus selalu ada, siap untuk menghibur, mengajar, dan meneguhkan Gereja untuk terus berjalan sesuai firman Tuhan, termasuk dengan menuntun para kardinal dalam memilih Bapa Suci Paus Leo XIV sebagai penerus takhta Santo Petrus.