Seperti Biji Sesawi

Sabtu, 9 Agustus 2025 – Hari Biasa Pekan XVIII

23

Matius 17:14-20

Ketika Yesus dan murid-murid-Nya kembali kepada orang banyak itu, datanglah seorang mendapatkan Yesus dan menyembah, katanya: “Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air. Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya.” Maka kata Yesus: “Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!” Dengan keras Yesus menegur dia, lalu keluarlah setan itu darinya dan anak itu pun sembuh seketika itu juga.

Kemudian murid-murid Yesus datang dan ketika mereka sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: “Mengapa kami tidak dapat mengusir setan itu?” Ia berkata kepada mereka: “Karena kamu kurang percaya. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”

***

Hari ini, kita berjumpa dengan seorang ayah yang datang kepada Yesus, memohon agar anaknya disembuhkan dari kerasukan. Ia telah meminta bantuan kepada para murid Yesus, namun mereka gagal. Yesus menegur mereka karena kurangnya iman dengan berkata, “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”

Pernyataan Yesus ini mengingatkan kita bahwa iman sejati selalu melibatkan keyakinan dan pengharapan yang kokoh, bahkan dalam situasi yang mustahil. Iman bukan tentang seberapa besar tindakan kita, melainkan tentang seberapa dalam kita percaya dan bersandar pada kuasa Tuhan. Iman juga bukan tentang melakukan hal-hal besar, melainkan tentang memercayakan hal-hal kecil setiap hari kepada Tuhan. Seperti biji sesawi yang kecil namun bertumbuh menjadi pohon besar, iman kita pun akan bertumbuh jika kita terus memeliharanya. Para murid gagal bukan karena kurangnya kemampuan, melainkan karena mereka hanya mengandalkan kekuatan sendiri, alih-alih kekuatan Tuhan.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga menghadapi “gunung-gunung” yang tampaknya tidak tergoyahkan dalam wujud persoalan dalam keluarga, penyakit, masalah pekerjaan, atau kegelisahan batin. Di tengah situasi itu, kita sering jatuh dalam keraguan. Namun, Yesus tidak menolak para murid-Nya. Sebaliknya, Ia menasihati dan meneguhkan hati mereka. Begitu juga dengan kita. Tuhan tidak menuntut iman yang sempurna, tetapi iman yang mau bertumbuh. Yesus meyakinkan kita bahwa dengan iman, tidak ada yang mustahil. Iman menjadi jembatan antara keterbatasan manusia dan kuasa Allah yang tak terbatas. Iman yang sejati butuh ketekunan, kejujuran, dan penyerahan total pada kekuatan Tuhan. Iman memberi kita keberanian untuk melangkah, mengubah cara kita dalam melihat setiap pergumulan hidup, dan menguatkan pengharapan kita bahwa Tuhan akan menyertai, apa pun hasil akhirnya.

Di tengah dunia yang serba cepat, penuh tantangan, dan sering kali mengandalkan logika serta teknologi, kita mudah tergoda untuk mengesampingkan iman. Iman sering kali dianggap sebagai sesuatu yang abstrak atau bahkan tidak relevan, padahal kita ingin solusi instan, jawaban cepat, dan hasil yang nyata. Kegagalan rohani sejatinya berakar dari kepercayaan pada diri sendiri, bukan pada Tuhan. Seperti para murid, kita pun bisa gagal ketika mengandalkan kekuatan sendiri dalam menghadapi tantangan hidup.

Yesus mengingatkan kita bahwa iman yang kecil, tetapi murni dan tulus kepada Allah, mampu menggerakkan hal-hal besar. Iman yang sejati mendorong kita untuk berdoa, melayani, mengampuni, dan berharap, bahkan ketika situasi tampak mustahil. Di samping itu, iman yang hidup selalu diwujudkan dalam tindakan kasih. Kita bisa menerapkannya dengan membantu orang lain, memberi waktu untuk mendengarkan, atau menunjukkan empati kepada mereka yang sedang bergumul. Tindakan yang kecil dengan cinta yang besar adalah buah dari iman yang sejati, bahkan ketika iman itu hanya sebesar biji sesawi.