Berbuat Sesuatu yang Tidak Diperbolehkan

Sabtu, 6 September 2025 – Hari Biasa Pekan XXII

13

Lukas 6:1-5

Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya, sementara mereka menggisarnya dengan tangannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Lalu Yesus menjawab mereka: “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam?” Kata Yesus lagi kepada mereka: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.”

***

Hidup kita tidak mungkin lepas dari hukum dan peraturan. Tanpa hukum dan peraturan, pasti hidup bersama akan kacau. Dengan adanya hukum dan peraturan, orang disadarkan bahwa dia hidup bersama yang lain. Tentu saja hal itu akan terjadi kalau hukum sungguh bersifat adil, dan prinsip bahwa semua orang sama di mata hukum bisa terjaga.

Namun, hukum bisa menjadi berbahaya ketika tidak netral, juga ketika digunakan sebagai alat untuk menindas dan menjerat. Lebih repot lagi kalau hukum ternyata malah dimanipulasi untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Karena itu, pentinglah bagi kita, sebagaimana diajarkan Yesus hari ini, untuk menempatkan kemanusiaan di atas hukum dan peraturan.

Menanggapi tuduhan orang Farisi, Yesus menjelaskan makna Sabat yang sebenarnya, sambil mengutip sebuah contoh dari Perjanjian Lama tentang Daud yang kelaparan. Daud masuk ke dalam Bait Allah, mengambil roti persembahan yang hanya boleh dimakan oleh para imam, memakannya dan membagi-bagikannya kepada teman-temannya. Kisah ini seperti mengantisipasi pengajaran Yesus. Ia mengajarkan makna ketetapan ilahi tentang Sabat.

Allah menetapkan hukum Sabat demi kebaikan manusia, yakni agar mereka dapat beristirahat dan mengabdikan waktu mereka dengan penuh sukacita untuk beribadah. Yesus mengoreksi penafsiran orang Farisi yang telah mengubah Sabat menjadi hari kesedihan dan kekhawatiran karena banyaknya perintah dan larangan. Cara pandang orang Farisi itu pada akhirnya akan memuncak pada mentalitas “boleh dan tidak boleh” yang masih ada sampai sekarang ini.

Selain mengajar, dalam momen ini, Yesus juga menunjukkan identitas diri-Nya. Dengan menyatakan diri-Nya sebagai “Tuhan atas hari Sabat”, Ia secara terbuka menyatakan bahwa diri-Nya adalah Allah yang sama, yang memberikan perintah Sabat kepada bangsa Israel. Dengan demikian, Yesus meneguhkan keilahian-Nya dan kuasa-Nya. Hukum-hukum lain dapat ditetapkan-Nya, seperti yang dilakukan-Nya dalam Perjanjian Lama. Ia dapat menetapkan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan pada hari Sabat.

Yesus tidak menentang atau menghapus hukum Sabat. Ia mengembalikan ke tujuan awalnya, yaitu kebebasan dan keselamatan manusia karena kasih Allah. Orang yang mengenal Allah akan mengenal kasih. Kasih pasti melampaui hukum, bukan melanggar hukum.