
Matius 5:1-12a
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesus pun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di surga.”
***
Hari ini, bersama Gereja universal, kita merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Mereka adalah orang-orang sudah mulia bersama Bapa di surga. Dalam dokumen Gaudete et Exsultate, Paus Fransiskus menyebutkan bahwa orang kudus yang dimaksud bukan hanya sebatas santo-santa yang secara sah telah diakui Gereja. Orang-orang kudus itu bisa saja ada di antara saudara-saudari di dekat kita. Paus Fransiskus menuliskan, “Janganlah kita hanya memikirkan mereka yang telah dibeatifikasi dan dikanonisasi. Roh Kudus mencurahkan kekudusan di mana pun kepada umat Allah yang kudus dan setia” (art. 6).
Bahkan tidak hanya dalam kemartiran berdarah, Paus menyebutkan bahwa kekudusan bisa tampak dalam kesabaran umat Allah, dalam diri orang tua yang membesarkan anak-anaknya dengan kasih sayang yang besar, dalam laki-laki dan perempuan yang bekerja keras untuk menafkahi keluarga mereka, dalam diri kaum religius lanjut usia yang tetap tersenyum, serta dalam aneka bentuk yang lain (art. 7).
Panggilan kepada kekudusan kita hidupi karena kita meyakini apa yang dijanjikan Tuhan. Allah bermaksud menguduskan dan menyelamatkan orang-orang bukannya satu per satu, tanpa hubungan satu dengan yang lainnya, tetapi hendak membentuk mereka menjadi umat yang mengakui-Nya dalam kebenaran serta mengambil-Nya dalam kesucian. Di sanalah kelak kita akan mengalami kebahagiaan dan kemulian yang tak terlukiskan dengan kata-kata manusia, seperti yang ditulisan oleh Santo Paulus, “Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia” (1Kor. 2:9).
Sering kali hidup manusia digambarkan sebagai sebuah perjalanan ziarah. Demikianlah akhir dari perjalanan hidup kita kelak dalam himpunan para kudus, seperti yang kita imani dalam bagian akhir dari pernyataan iman kita, “Aku percaya akan kebangkitan badan, kehidupan kekal.”










