Ajaran dan Teguran

Senin, 30 Juli 2018 – Hari Biasa Pekan XVII

255

Matius 13:31-35

Yesus membentangkan suatu perumpamaan lain lagi kepada mereka, kata-Nya: “Hal Kerajaan Surga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.”

Dan Ia menceriterakan perumpamaan ini juga kepada mereka: “Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.”

Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatu pun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: “Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan.”

***

Orang tua pada zaman dahulu sering kali menegur anak-anak mereka secara tidak langsung. Ketika sang anak nakal atau berbuat sesuatu yang tidak baik, mereka hanya menunjukkan wajah tidak suka atau mata melotot. Dengan melihat itu saja, anak itu segera sadar diri dan mengubah tingkah lakunya.

Pada waktu kami postulan dahulu, ada kegiatan rutin yang disebut kerja tangan. Suatu ketika, saat seharusnya semua postulan melakuan kerja tangan, ternyata ada beberapa orang yang tidak bekerja, tetapi malah asyik mengobrol dan main gitar. Melihat itu, magister kami dengan segera memberikan teguran. Caranya tidak dengan berkata-kata, melainkan dengan menyapu kebun yang ada tepat di hadapan kami. Kami pun langsung sadar bahwa itu merupakan suatu bentuk teguran. Langsung saja kami menuju pos kami masing-masing untuk bekerja sesuai dengan tanggung jawab yang telah ditentukan.

Teguran secara halus dengan menggunakan simbol-simbol tertentu sering kita jumpai juga dalam Kitab Suci, baik dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Dalam Injil hari ini, Yesus mengumpamakan Kerajaan Allah dengan gambaran biji sesawi. Biji sesawi adalah biji yang sangat kecil, tetapi akhirnya menjadi pohon yang besar. Selain itu, Kerajaan Allah juga diumpamakan dengan ragi yang dimasukkan ke dalam tepung terigu, sehingga mengubah tepung itu secara keseluruhan.

Seperti biji sesawi dan ragi, Kerajaan Allah mula-mula juga sangat sederhana, sehingga bisa jadi diremehkan oleh banyak orang. Namun, satu hal yang pasti, Kerajaan Allah dari waktu ke waktu akan terus mengalami perkembangan, sehingga menjadi besar dan kuat.

Untuk menjadi orang baik, kita harus menghargai proses, dan hal itu perlu dilatih sejak dini. Sama halnya dengan atlet lompat jauh. Ketika akhirnya ia bisa melompat sejauh sepuluh meter, hal itu tentunya tidak terjadi begitu saja. Prestasi itu diraih setelah ia berlatih keras. Mungkin pada lompatan pertama ia hanya berhasil meloncat sejauh empat meter, kemudian lama-lama menjadi lima meter, hingga akhirnya mencapai sepuluh meter.

Kegiatan mendengarkan, merenungkan, melaksanakan, serta mewartakan sabda Allah mungkin tidak langsung bisa kita rasakan hasilnya. Khotbah-khotbah imam di mimbar, serta pewartaan dan kesaksian kita mungkin tidak secara instan mendatangkan hasil yang memuaskan sesuai dengan harapan kita. Namun, kita diajak untuk tetap bersabar, bertekun, dan menghargai proses.