Dominus Flevit

Kamis, 22 November 2018 – Peringatan Wajib Santa Sesilia

394

Lukas 19:41-44

Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, kata-Nya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.”

***

Kisah tentang Yesus yang menangisi Yerusalem ketika Ia mendekati dan melihat kota itu dari kejauhan adalah kisah tentang Allah yang penuh belas kasih. Dalam kisah itu, kita bisa melihat Allah yang mampu menyelami penderitaan yang akan dialami oleh umat-Nya kelak karena dosa-dosa dan penolakan mereka. Tempat Yesus menangisi Yerusalem itu berada di sekitar Bukit Zaitun. Di situ sekarang berdiri sebuah gereja dengan desain seperti tetesan air mata dan diberi nama Dominus Flevit (Tuhan Menangis). Dari jendela gereja itu, kita memang bisa melihat keindahan Yerusalem.

Kota Yerusalem adalah kota yang direbut oleh Raja Daud dari orang-orang Yebus. Kota ini sangat strategis bagi Daud karena  berada di tengah-tengah Kerajaan Utara (Israel) dan Kerajaan Selatan (Yehuda). Di kemudian hari, oleh Daud, kota berbukit ini dijadikan pusat pemerintahan, sekaligus usahanya yang disebut sentralisasi ibadat. Sentralisasi ini dirasa perlu agar tidak ada lagi praktik penyembahan berhala yang tumbuh subur di beberapa tempat di Israel maupun Yehuda akibat kurangnya pengawasan yang ketat. Daud berencana membangun tembok kota dan Bait Allah di dalamnya, rencana yang baru terealisasi pada zaman Raja Salomo, anaknya.

Kerajaan Daud sangatlah mashyur dan maju, sebab Allah hadir di tengah-tengah umat-Nya. Allah yang hadir inilah yang melindungi Israel sedemikian rupa dari segala gempuran musuh, bencana alam, dan malapetaka. Allah menjamin kesejahteraan umat pilihan-Nya sesuai dengan sumpah yang telah dibuat-Nya kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, nenek moyang mereka. Nama Yerusalem sendiri terdiri dari dua kata, yaitu ir artinya kota dan shalem artinya damai. Karena itu, Yerusalem berarti Kota Damai. Sayang, yang terjadi di situ bukannya kedamaian, melainkan perang, pertentangan, kejahatan, dan kebusukan.

Yesus menangisi penolakan orang-orang sebangsa terhadap diri-Nya. Penolakan mereka berarti penolakan terhadap keselamatan Allah sendiri. Karena itu, Yesus menubuatkan bahwa tembok-tembok kokoh Yerusalem yang menjadi benteng perlindungan umat Allah akan hancur. Nanti, dalam Luk. 21:6, Yesus menubuatkan sebuah akhir yang tragis bagi Bait Allah yang berdiri kokoh di dalam Kota Yerusalem, “Akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun terletak di atas batu yang lain, semuanya akan diruntuhkan.” Yang menjadikan Yerusalem kokoh dan kuat sebenarnya bukan tembok-tembok ataupun pasukan perang, melainkan Allah sendiri yang hadir di tengah-tengah umat-Nya.

Sebetulnya bukan kali ini saja Bait Allah dan Yerusalem mengalami kehancuran. Jauh sebelum zaman Yesus, kira-kira tahun 587 SM, pasukan Babel pernah menghancurkan Yerusalem dan menjarah seluruh isi Bait Allah. Peristiwa itu sudah dinubuatkan jauh-jauh hari oleh para nabi sebelum pembuangan. Namun sayang, umat Allah tidak mau mendengar. Mereka tetap hidup dalam cara hidup mereka yang penuh dengan kekerasan, ketidakadilan, dan ketidaksetiaan kepada Allah. Inilah yang membuat Yesus menangisi Yerusalem, sebab untuk kesekian kalinya umat pilihan menolak Allah mereka. Mereka memberontak; cara hidup mereka tidak sesuai dengan martabat mereka sebagai bangsa pilihan.