Upah Seorang Pewarta Injil

Jumat, 3 Desember 2021 – Pesta Santo Fransiskus Xaverius

439

1 Korintus 9:16-19, 22-23

Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. Kalau andaikata aku melakukannya menurut kehendakku sendiri, memang aku berhak menerima upah. Tetapi karena aku melakukannya bukan menurut kehendakku sendiri, pemberitaan itu adalah tugas penyelenggaraan yang ditanggungkan kepadaku. Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.

Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.

Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka. Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil, supaya aku mendapat bagian dalamnya.

***

Paulus dalam bacaan pertama hari ini berbicara tentang panggilannya sebagai seorang rasul. Ini bukan pembicaraan biasa, sebab ia di sini sedang mempertahankan dirinya. Sebagian jemaat Korintus tampaknya merasa ragu dan bertanya-tanya: Benarkah Paulus seorang rasul yang sejati? Keraguan tersebut membuat Paulus tergerak untuk memberikan tanggapan.

Paulus menegaskan bahwa dirinya dipanggil Allah untuk memberitakan nama-Nya kepada bangsa-bangsa. Ia sendiri merasa tidak layak menerima tugas khusus ini, sehingga tidak ada alasan baginya untuk memegahkan diri. Allah memanggil Paulus bukan karena benar (ia dahulu menganiaya orang Kristen), bukan pula karena hebat dalam berkhotbah (ia tidak pandai berkhotbah). Paulus dipanggil semata-mata karena demikianlah kehendak Allah. Kondisi Paulus yang serba “minus” justru menjadi bukti bahwa panggilannya berasal dari Allah.

Karena Allah sendiri yang menghendaki, Paulus tidak punya pilihan selain harus memberitakan Injil. Apa yang diterima Paulus dari-Nya? Soal upah lalu disinggungnya di sini. Ia berkata, “Upahku ialah ini: Bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah.” Tidak ada yang lebih mahal daripada kebebasan, sehingga Paulus memilih untuk tidak mendapat upah apa pun asalkan mendapat kebebasan, asalkan ia dapat terus memberitakan Injil dengan bebas.

Dengan kebebasan yang dimilikinya, Paulus bermaksud mendekati sebanyak mungkin orang. Ia ingin diterima oleh semua kalangan: Yahudi, bukan Yahudi, termasuk “orang-orang yang lemah”. Ketika mendekati suatu kelompok, tidak ada “titipan” dari kelompok lain yang dibawanya, sehingga Paulus berharap dapat diterima dengan tangan terbuka. Yang dibawanya hanya Injil!

Berkaitan dengan Pesta Santo Frasiskus Xaverius, sang misionaris agung, yang kita rayakan hari ini, 1 Korintus 9:16-19, 22-23 dapat menjadi bahan refleksi yang berharga bagi kita: Bagaimana karya pewartaan Injil dilaksanakan pada zaman sekarang ini? Bagaimana pula keterlibatan kita di dalamnya? Sungguhkah kita mewartakan Injil? Ataukah pewartaan Injil sekadar “tunggangan” dalam rangka memperoleh keuntungan pribadi? Jika kegiatan pewartaan sudah menjadi aksi komersial dan menjadi sarana untuk mengeruk uang umat, itu bukan lagi pewartaan Injil namanya. Mari memurnikan kembali motivasi kita dalam menjalankan tugas pengutusan, yakni untuk mewartakan karya keselamatan Tuhan kepada kepada semua orang.