Pemimpin Itu Pelayan, Bukan Penguasa

Rabu, 25 Juli 2018 – Pesta Santo Yakobus

264

Matius 20:20-28

Maka datanglah ibu anak-anak Zebedeus serta anak-anaknya itu kepada Yesus, lalu sujud di hadapan-Nya untuk meminta sesuatu kepada-Nya. Kata Yesus: “Apa yang kaukehendaki?” Jawabnya: “Berilah perintah, supaya kedua anakku ini boleh duduk kelak di dalam Kerajaan-Mu, yang seorang di sebelah kanan-Mu dan yang seorang lagi di sebelah kiri-Mu.” Tetapi Yesus menjawab, kata-Nya: “Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan, yang harus Kuminum?” Kata mereka kepada-Nya: “Kami dapat.” Yesus berkata kepada mereka: “Cawan-Ku memang akan kamu minum, tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa Bapa-Ku telah menyediakannya.” Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu. Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: “Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

***

Sungguh ironis. Yesus baru saja berbicara – untuk yang ketiga kalinya! – tentang penderitaan-Nya, ibu dari dua orang murid-Nya malah datang meminta jatah kursi kemuliaan bagi kedua anaknya. Yakobus dan Yohanes bukanlah murid sembarangan. Keduanya termasuk “kelompok dua belas” pengikut inti Yesus. Mereka termasuk kuartet murid yang paling pertama dipilih. Bersama Petrus, keduanya sering juga menjadi trio murid pilihan Yesus untuk menjadi saksi peristiwa-peristiwa kunci (misalnya transfigurasi dan menghidupkan kembali putri Yairus). Mereka dahulu juga sudah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus. Lalu, mengapa mereka sekarang harus mengerahkan sang bunda untuk meminta kuasa?

Justru itulah yang mau digarisbawahi oleh cerita ini. Manusia paling susah melepaskan dirinya dari nafsu kekuasaan. Hasrat berkuasa para murid yang sudah lama besama Yesus pun ternyata masih kuat. Harta dan keluarga sudah mereka tinggalkan, namun kuasa dan kemuliaan masih mereka inginkan. Yesus menegaskan bahwa mereka pasti akan menderita (Yakobus dibunuh tahun 44 di Yerusalem). Itu konsekuensi menjadi pengikut-Nya. Akan tetapi, soal kedudukan dalam jemaat adalah wewenang Bapa sendiri. Dialah yang menentukan dan mempersiapkan orang untuk memegang jabatan tersebut.

Jabatan dan kekuasaan yang disiapkan Allah jelas berbeda dengan cara penguasa dunia ini memerintah. Logika dunia ini adalah merebut dan mempertahankan kekuasaan agar kepentingan penguasa tetap aman terjaga. Berkaitan dengan kuasa dan wewenang dalam jemaat-Nya, Yesus membalikkan logika itu. Pemimpin itu pelayan, bukan penguasa. Mereka melayani, bukan menaklukkan. Mereka harus mendahulukan kebutuhan dan kepentingan orang lain, dan meletakkan kebutuhan dan kepentingan dirinya di nomor terakhir. Yesus sendiri memberikan teladan: hidup-Nya ditandai dengan pelayanan dan pemberian diri secara total.

Itu ideal yang harus dikejar oleh semua pengikut Kristus, terutama mereka yang harus menjalankan kuasa dalam jemaat-Nya. Tentu saja kita dapat gagal. Namun, pelayanan Yesus yang wafat di salib sudah membebaskan kita dari belenggu kegagalan hari ini, agar esok kita mencoba lagi untuk melayani, melayani, dan melayani.