Belas Kasihan dan Kerahiman

Selasa, 21 September 2021 – Pesta Santo Matius

88

Matius 9:9-13

Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang yang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya: “Ikutlah Aku.” Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

***

Pada masa Yesus, pemungut cukai dianggap sebagai penjahat dan pengkhianat bangsa, sebab mereka mengabdi kepada penjajah. Jabatan pemungut cukai biasanya dilelang dan untuk meraihnya dibutuhkan banyak uang. Karena itu, para pemungut cukai biasanya memperkaya diri mereka dengan menentukan pajak sesuka hati, yang nilainya jauh melebihi dari yang ditentukan oleh pemerintah Romawi.

Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang Matius, pemungut cukai yang dipanggil Yesus. Menarik bahwa Yesus mengajak seorang pemungut cukai untuk menjadi pengikut-Nya. Bagaimana mungkin Yesus, tokoh yang diharapkan kelak memimpin bangsa, malah merekrut seorang pengkhianat bangsa? Tanggapan Matius lebih aneh lagi. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengikuti Yesus, seolah-olah tidak peduli dengan posisi dan segala harta yang selama ini ia perjuangkan. Ia bahkan mengajak Yesus untuk makan di rumahnya bersama dengan teman-temannya sesama pemungut cukai.

Kebersamaan Yesus dengan para pendosa tersebut menggelisahkan hati orang Farisi. Mereka mempertanyakan hal itu kepada para murid-Nya, tetapi kemudian ditanggapi oleh Yesus sendiri. Dengan tegas, Yesus mengemukakan tiga hal pokok kepada mereka, yakni bahwa yang membutuhkan tabib adalah orang sakit, bahwa yang dikehendaki Tuhan adalah belas kasihan, dan bahwa Yesus datang untuk memanggil orang berdosa.

Kita adalah juga orang-orang yang dipanggil oleh Yesus. Sebagai pengikut Yesus yang sejati, seperti Matius, kita pun harus rela untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan, termasuk hal-hal yang selama ini kita anggap sebagai jaminan hidup kita. Kita harus mampu lepas bebas dari ikatan-ikatan duniawi yang dapat membelenggu hati, pikiran, dan hidup kita. Kita harus menyadari bahwa Kristuslah harta terbesar kita, harta yang membuat kita rela meninggalkan segalanya demi mendapatkan-Nya. Inilah semangat terbesar yang dapat kita timba dari Matius.

Sebagai pengikut Yesus, pada gilirannya kita diutus untuk melakukan seperti yang dilakukan-Nya. Kita diutus untuk memanggil dan menyembuhkan orang-orang berdosa. Karena itu, sama seperti Yesus bergaul dengan para pendosa demi menarik mereka kepada Allah, kita pun memiliki tanggung jawab yang sama. Kita harus bergaul dan berbaur dengan semua orang, termasuk mereka yang disingkirkan oleh masyarakat, untuk menarik mereka kembali kepada Tuhan. Misi seperti ini membutuhkan hati yang penuh belas kasihan untuk menunjukkan kerahiman Tuhan. Hanya belas kasihan yang memampukan kita untuk menyatu dengan orang-orang yang dianggap berdosa. Mengajak mereka untuk kembali kepada Tuhan adalah tanggung jawab kita. Semoga kehadiran kita mampu menarik orang untuk kembali kepada Tuhan yang penuh kerahiman.