Penderitaan sebagai Jalan Pertobatan

Sabtu, 23 Oktober 2021 – Hari Biasa Pekan XXIX

154

Lukas 13:1-9

Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan. Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya daripada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.”

Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: “Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!”

***

Sadar atau tidak, kita sering larut dalam ukuran-ukuran yang kita buat sendiri untuk menilai kehidupan orang lain. Misalnya, ketika melihat orang yang sangat sering mengalami penderitaan, kita menilai bahwa orang itu telah banyak melakukan dosa atau kejahatan. Sikap yang sama muncul dari kalangan orang Yahudi seperti yang dikisahkan oleh bacaan Injil hari ini. Mereka berpandangan bahwa orang menderita karena banyak dosa, bahwa penderitaan adalah upah bagi mereka yang melakukan dosa.

Dari situ secara tidak langsung kita mengatakan bahwa hidup kita lebih baik dari mereka, sebab kita jauh dari penderitaan. Cara berpikir seperti itu tidak dikehendaki Tuhan. Situasi apa pun yang terjadi di sekitar kita sudah seharusnya menjadi panggilan bagi kita untuk selalu memperbarui diri dengan pertobatan.

Kita semua memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengembangkan hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan. Bagaimana mungkin itu bisa kita wujudkan kalau kita malah lebih suka mengurusi hidup orang lain dan menjadikan hidup orang lain menjadi ukuran bagi hidup kita sendiri. Satu-satunya pusat dan tujuan hidup kita seharusnya adalah Tuhan. Dalam Tuhan, kita dapat bertumbuh dalam mengasihi, mengampuni, dan menghayati kebenaran, sehingga tetap kokoh berdiri meski di tengah godaan dan pencobaan.

Waktu yang kita miliki saat ini hendaknya kita gunakan sebagai kesempatan untuk terus memperbarui diri agar dapat menghasilkan buah-buah kebaikan. Hendaknya kita siap sedia diarahkan dan dibimbing Tuhan menjadi pribadi yang menghasilkan berkat. Jika pintu hati kita tertutup untuk menyambut kesempatan itu, akan tiba pula waktunya kesempatan itu direnggut dari kita.

Mari melihat diri kita masing-masing. Jangan-jangan selama ini kita masih cenderung menjadi pribadi yang tidak bermakna, atau karena sibuk mengurusi orang lain, kita lupa akan tanggung jawab kita untuk menghasilkan buah. Menjadi pribadi yang berbuah menuntut kita agar mau dibentuk dan diperbarui dalam Roh dengan memilih jalan pertobatan. Kiranya panggilan Tuhan agar kita terus mengupayakan pertobatan menjadi jalan bagi kita untuk terus berbuah dalam Dia.

Marilah berdoa: “Bapa yang mahabaik, kiranya belas kasihan-Mu memperteguh iman kami untuk terus menghasilkan buah cinta kasih dalam nama-Mu. Amin.”