Belajar dari Bendahara yang Tidak Jujur

Jumat, 5 November 2021 – Hari Minggu Biasa XXXI

243

Lukas 16:1-8

Dan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara. Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat, mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung aku di rumah mereka. Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berutang kepada tuannya. Katanya kepada yang pertama: Berapakah utangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat utangmu, duduklah dan buat surat utang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah utangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat utangmu, buatlah surat utang lain: Delapan puluh pikul. Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik. Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang.”

***

Dalam konteks dunia kuno, bendahara adalah seorang budak atau pelayan yang dipercaya untuk mengurus tanah dan rumah tangga tuannya. Bendahara yang dikisahkan dalam perumpamaan ini dituduh menghambur-hamburkan harta tuannya. Tidak dijelaskan bagaimana ia melakukan hal itu. Orang ini mungkin memanfaatkan harta milik tuannya untuk memperkaya dirinya sendiri. Itulah sebabnya, sang tuan lalu mengambil langkah tegas. Bendahara itu dipanggil, lalu dipecat tanpa belas kasihan.

Akan tetapi, bendahara itu tidak putus asa. Ia aktif mencari solusi dengan berpikir tentang apa yang harus diperbuat setelah dipecat. Ia pun menemukan gagasan supaya nantinya orang bersedia menerima dia dan memberinya tumpangan. Caranya adalah dengan memanggil orang-orang yang berutang kepada tuannya dan memangkas utang-utang mereka dengan tidak memperhitungkan lagi keuntungan untuk dirinya sendiri.

Upaya bendahara tersebut dipuji oleh tuannya. Sang tuan yang sebelumnya mencela dan menjatuhkan pemecatan kini memuji kecerdikan dan kelihaian orang itu dalam menghadapi krisis. Bendahara itu rela melepaskan keuntungan bagi dirinya sendiri, sehingga membuat orang-orang yang berutang sangat berterima kasih dan memuji kemurahan hati tuannya. Dia mungkin juga menghapuskan bunga pinjaman, sehingga hidup tuannya dipandang sejalan dengan apa yang dilarang oleh Allah (bdk. Im. 25:36).

Semoga kita juga rela melepaskan keuntungan bagi diri sendiri, dan membuat Allah yang kita imani diakui serta dipuji oleh orang lain sebagai Allah yang murah hati.