Persembahan Si Janda Miskin

Minggu, 7 November 2021 – Hari Minggu Biasa XXXII

240

Markus 12:38-44

Dalam pengajaran-Nya Yesus berkata: “Hati-hatilah terhadap ahli-ahli Taurat yang suka berjalan-jalan memakai jubah panjang dan suka menerima penghormatan di pasar, yang suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadat dan di tempat terhormat dalam perjamuan, yang menelan rumah janda-janda, sedang mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang-panjang. Mereka ini pasti akan menerima hukuman yang lebih berat.”

Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”

***

Bacaan Injil hari ini berkisah tentang orang-orang yang memberikan persembahan. Dikatakan bahwa saat itu banyak orang kaya yang memberi uang persembahan dalam jumlah besar. Namun, di tempat yang sama, datanglah juga seorang janda miskin yang hanya memasukkan uang sebesar dua peser ke dalam peti persembahan yang sama. Dalam ilmu ekonomi, ada istilah “banyak” secara kualitatif (nilai mata uang) dan “banyak” secara kuantitatif (jumlah). Secara kuantitatif, tentu jumlah persembahan janda tersebut tidak sebanyak persembahan mereka yang kaya. Namun, tidaklah demikian kalau dilihat secara kualitatif, sebab janda miskin itu memberikan persembahan dari kekurangannya.

Dalam Injil Markus, kisah persembahan janda miskin ini tidak berdiri sendiri, tetapi disatukan dengan pengajaran Yesus agar waspada terhadap para ahli Taurat. Markus menyatukan dua peristiwa yang waktunya berbeda ini, sehingga terciptalah gambaran yang berkesinambungan bahwa janda-janda yang rumahnya “ditelan” oleh para ahli Taurat ternyata adalah orang-orang yang benar, murah hati, dan lebih pantas untuk dihormati.

Saudara-saudari terkasih, ketika kita melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, misalnya memberikan persembahan, kita diajak untuk tidak melakukannya supaya mendapat pujian atau penghormatan dari orang lain. Bahkan apabila kita memberikan seluruh nafkah kita, yaitu seluruh yang ada pada kita, untuk dimasukkan ke dalam peti persembahan atau dibagikan kepada orang miskin, lakukanlah itu dengan motivasi yang tulus dan suci, alih-alih supaya dilihat, dipuji, dan dihormati orang lain.