Kebersihan adalah Bagian dari Iman?

Selasa, 8 Februari 2022 – Hari Biasa Pekan V

359

Markus 7:1-13

Pada suatu kali serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dari Yerusalem datang menemui Yesus. Mereka melihat, bahwa beberapa orang murid-Nya makan dengan tangan najis, yaitu dengan tangan yang tidak dibasuh. Sebab orang-orang Farisi seperti orang-orang Yahudi lainnya tidak makan kalau tidak melakukan pembasuhan tangan lebih dulu, karena mereka berpegang pada adat istiadat nenek moyang mereka; dan kalau pulang dari pasar mereka juga tidak makan kalau tidak lebih dahulu membersihkan dirinya. Banyak warisan lain lagi yang mereka pegang, umpamanya hal mencuci cawan, kendi dan perkakas-perkakas tembaga. Karena itu orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bertanya kepada-Nya: “Mengapa murid-murid-Mu tidak hidup menurut adat istiadat nenek moyang kita, tetapi makan dengan tangan najis?” Jawab-Nya kepada mereka: “Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia. Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia.”

Yesus berkata pula kepada mereka: “Sungguh pandai kamu mengesampingkan perintah Allah, supaya kamu dapat memelihara adat istiadatmu sendiri. Karena Musa telah berkata: Hormatilah ayahmu dan ibumu! dan: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya harus mati. Tetapi kamu berkata: Kalau seorang berkata kepada bapanya atau ibunya: Apa yang ada padaku, yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk kurban — yaitu persembahan kepada Allah –, maka kamu tidak membiarkannya lagi berbuat sesuatu pun untuk bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu. Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan.”

***

Seorang umat pernah bertanya kepada saya, “Romo, apakah kebersihan bukan bagian dari iman kita?” Umat tersebut menanyakan hal itu karena dia membaca perikop Injil hari ini, di mana terjadi pertentangan antara Yesus dan orang Farisi tentang adat mencuci tangan sebelum makan. Mari kita lihat terlebih dahulu konteks dan apa yang menjadi penekanan Yesus dalam hal ini.

Orang Farisi dan para ahli Taurat mengkritik murid-murid Yesus yang tidak menjalankan “ritual pembersihan” yang diperlukan. Beberapa murid Yesus tidak mencuci tangan sebelum makan. Menurut mereka, perbuatan para murid Yesus itu melanggar dan tidak menghormati adat istiadat. Sebenarnya aturan mencuci tangan sebelum makan adalah tafsiran orang Farisi terhadap Taurat, bukan perintah langsung dari Allah. Kelompok lain, seperti orang Saduki dan komunitas Qumran, bahkan mengkritik tindakan orang Farisi yang memaksakan aturan tersebut bagi semua orang.

Menanggapi teguran tersebut, Yesus mengutip nubuat dalam kitab Yesaya tentang orang-orang yang menghormati Tuhan dengan bibir dan kata-kata, tetapi hati mereka jauh dari-Nya. Yesus mengecam orang Farisi karena mereka menekankan adat istiadat di atas segalanya, bahkan seakan-akan adat istiadat telah menjadi tuhan mereka. Bagi sebagian besar dari mereka, adat istiadat tampaknya menggantikan hukum kasih. Bagaimana tidak, dibandingkan dengan adat istiadat, manusia dipandang lebih rendah dan tidak berarti. Oleh karena itu, Yesus juga mengkritik mereka karena mengesampingkan perintah Allah demi menegakkan peraturan, misalnya dengan tidak mau lagi membiayai kehidupan orang tua karena merasa sudah mempersembahkan kurban bagi Tuhan di Bait Allah.

Dari konteks tersebut, kita bisa mengerti bahwa yang ditekankan Yesus dalam bacaan Injil hari ini adalah kebersihan hati. Orang yang bersih hatinya berarti menjaga relasi yang baik dengan sesama dan dengan Allah. Orang yang bersih hatinya tidak munafik dan tidak bersembunyi di balik aturan-aturan yang dibuat manusia. Kebersihan fisik adalah penting, tetapi yang paling penting adalah kebersihan hati. Kebersihan hati adalah bagian dari iman.